.

Minggu, 29 September 2013

Orang yang pertama di hisab dan dijeblosolin kedalam neraka ternyata orang yang riya dalam amal





ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠـﻪ ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ ﻋﻠﻰ ﺭﺳﻮﻝ ﷲ ﻭﺑﻌﺪ 


Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: 

" orang yang pertama kali di adili pada hari kiamat ialah orang yang mati syahid. Ia didatangkan lalu Allah menggelar dihadapannya sejumlah kenikmatan yang dulu Dia anugrahkan kepadanya dan iapun mengakuinya.. 

Allah berfirman: " apa yang telah engkau lakukan dengan nikmat nikmat itu?" 

Ia menjawab: " aku berperang di jalanMu hingga aku syahid" 

Allah berfirman :" engkau berdusta, engkau berperang karena ingin disebut pemberani, dan orang sudah menyatakan seperti yang engkau inginkan". 

Lalu diseredlah orang tsb lalu disungkebin mukanya duluan kedalam neraka 

Setelah itu didatangkan orang yang kedua, yaitu orang yang mempelajari ilmu, mengajarkannya dan menghafal alqur'an. Ia dihadirkan, lalu Allah menyebutkan nikmat nikmat yang Dia berikan kepadanya dan ia-pun mengakuinya.. 

Allah berfirman: " apa yang telah engkau lakukan dengan nikmat nikmat tsb?" 

Ia menjawab: " aku mempelajari ilmu, mengajarkanya dan membaca alqur'an, itu semua aku lakukan karenaMu" 

Allah berfirman: " engkau berdusta, engkau mempelajari ilmu supaya dikatakan alim, engkau membaca alqur'an agar disebut qaari' dan orang sudah menyebutmu dengan sebutan demikian" 

Lalu diseretlah orang tersebut lalu disungkebin mukanya duluan kedalam neraka 

Yang ketiga didatangkan orang yang diberikan banyak harta kekayaan oleh Allah, lalu disebutkan kepadanya nikmat nikmat Allah yang diberiakan kepadanya dan iapun mengakuinya. 

Allah berfirman :" apa yang telah engkau perbuat dengan nikmat nikmat tsb?" 

Ia menjawab: " aku infakkan karenaMu" 

Allah berfirman: " engkau berdusta, engkau melakukan itu karena ingin dikatakan sebagai orang dermawan, dan semua orang sudah menyebutmu dengan sebutan demikian". 

Lalu diseredlah orang tsb kemudian disungkebin mukanya duluan kedalam neraka. 

(HR Imam Muslim dari sahabat yang mulia Abu Hurairah radhiyallahu anhu) 

Dari hadis tsb nyatalah bahwa amal perbuatan dinilai disisi Allah berdasarkan kebersihan dan kemurnian niat bukan berdasarkan kwalitas dan besarnya serta kesusuaiannya dengan manhaj yang telah Dia turunkan 

ﻓﻤﻦ ﻛﺎﻥ ﻳﺮﺟﻮﺍ ﻟﻘﺂﺀ ﺭﺑﻪ ﻓﺎﻟﻴﻌﻤﻞ ﻋﻤﻼ ﺻﺎﻟﺤﺎ ﻭﻼ ﻳﺸﺮﻙ ﺑﻌﺒﺎﺩﺓ ﺭﺑﻪ ﺃﺣﺪﺍ 

Maka siapa yang mengharap perjumpaan dengan Rabnya hendaknya ia mengerjakan amal shalih dan tidak menyekutukannya dengan apapun dalam beribadah kepada Rabnya (18:110) 

Berangkat dari sini ternyata banyak perbuatan yang katanya luhur atau mulia namun ternyata ditolak oleh Allah karena tidak dilandasi oleh keikhlasan dan tidak sesuai dengan tuntunanNya. 
Sebaliknya banyak perbuatan sepele atau sederhana tapi malah diterima oleh Allah, pelakunya dipuji dan Allah ridha dengannya karena perbuatannya didasarj dua unsur: ikhlas karenaNya dan mengikuti manhaj atau tuntutanNya 

Itu semua bisa kita lihat dari keterangan Nabi kita yang mulia Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dalam hadis diatas. 
Rasulullah mengabarkan tentang orang orang yang pertama dimasukkan kedalam neraka, ternyata mereka bukan orang kafir tapi orang yang salah pasang niat dalam bekerja, bekerjanya bukan buat Allah tapi buat makhluk, buat selainNya. Padahal mereka telah melakukan karya hebat, amal spektakuler. 

Siapa mereka? 

Yang pertama Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyebutnya orang yang syahid karena mati dimedan jihad. Ia berangkat ke medan tempur dengan niat mendapatkan pujian dan gelar sebagai pahlawan pemberani, dengan amalnya ia ingin mendapatkan popularitas, dikenang dan disebut sebut namanya oleh manusia 

Yang kedua adalah orang yang memiliki pengetahuan agama namun saat ia mengamalkan ilmunya tujuannya adalah mendapatkan pujian dan gelar sebagai ulama, ustadz, kiayi, ia juga dianugrahkan kemampuan membaca alqur'an namun yang ia inginkan dari ilmunya tsb juga sanjungan, dia ingin disebut sebagai qaari' 

Yang ketiga adalah orang yang diberikan harta dan menginfakkannya namun dengan tujuan mendapatkan pujian dan sebutan sebagai dermawan. 

Saat Allah bertanya kepada ketiganya apa yang mendorongnya melakukan amal amal yang spektakuler tsb? Mereka tahu sesungguhnya apa yang dilakukannya dahulu adalah perbuatan tercela disisi Allah, maka mereka mencoba untuk berbohong dengan mengatakan bahwa apa yang dilakukan semata karena Allah. 
Allah yang maha mengetahui niat hamba hambaNya membatah pengakuan mereka dengan mengatakan; " engkau berdusta" dan para saksi yang dulu memuji dan memberi gelar kepada mereka dihadirkan ketengah tengah mereka sehingga akhirnya mereka tidak lagi bisa mengingkari apa yang dahulu mereka niatkan saat melakukan amal perbuatan yang bagi manusia saat itu amat spektakuler.. mereka bisa menipu manusia tapi mereka tidak bisa menipu Allah Yang Maha Mengetahui apa apa yang terlintas di hati manusia 

Begitulah ketiga jenis manusia, mereka baru merasakan akibat dari perbuatan mereka dan tidak mendapatkan penolong selain Allah Ta'ala. 

Apa yang mendorong orang berbuat riya? 
Para ulama menyebutnya karena 3 hal: 

1. Ingin mendapatkan pujian dan gila sanjungan 
2. Takut dengan celaan orang 
3. Rakus terhadap dunia dan ingin memiliki apa yang ada ditangan orang lain 

Ketiga hal itu dinyatakan oleh hadis hadis berikut ini : 

Diriwayatkan oleh sahabat yang mulia abu musa al-asy'ari radhiyallahu anhu: 

" seorang a'raby bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam: " ya Rasulallah, ada orang berperang karena fanatisme, satu lagi karena popularitas dan satunya lagi berperang karena ingin dikenang" 
Nabi shallallahu alihi wa sallam bersabda: " siapa yang berperang agar kalimat Allah menjadi tinggi maka ia berada di jalan Allah". 
(HR Imam Bukhari) 

Imam Annasai meriwayatkan dari sahabat yang mulia ubadah ibn shamit radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: " siapa yang berperang karena mengharapkan tali unta (harta), maka ia akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan". 

Pertanyaan a'raby tentang seorang yang berperang karena ingin mendapatkan popularitas dan agar dikenang jasa jasanya, ini merupakan dalil sebab riya' yang pertama yaitu ingin mendapatkan pujian orang, jabatan dan kekuasaan serta dikenang orang. 

Seorang yang berperang karena fanatisme, adalah dalil sebab riya' yang kedua yaitu khawatir kecaman dan celaan orang lain 

Kalimat, siapa yang berperang karena mengharap tali unta (harta) adalah sebab riya ' yang ketiga yaitu rakus terhadap harta dan menginginkan apa yang ada di tangan orang lain 

Ada pelajaran yang bisa dipetik dari hadis diatas dalam perspektif da'wah yaitu: 

1. Kita harus mewaspadai riya', agar amal kita tidak sia sia disisi Allah, selamat di dunia dan beruntung di akhirat, mendapatakan ridha Allah dan surgaNya yang ni'mat. 
Ini musti menjadi perhatian kita saat melakukan amal da'awi, mengajarkan ilmu, melakukan aktifitas sosial, mengeluarkan shadaqah dan juga saat masuk dalam kancah.jihad 

2. Bahwa pengadilan akhirat itu sangat teliti, cermat dan adil, siapa yang lolos dari hukum dunia karena kekuasaan dan uang, kejahatannya tidak terbalaskan di dunia dipastikan di akhirat mereka tidak mungkin lagi menghindar hatta niat yang tersembunyi di dasar hati semisal riya ini.. 

Allah Taala berfirman: 

ﻳﻮﻡ ﻳﺒﻌﺜﻬﻢ ﷲ ﺟﻤﻴﻌﺎ ﻓﻴﻨﺒّﺌﻬﻢ ﺑﻤﺎ ﻋﻤﻠﻮﺍ ﺃﺣﺼﺎﻩ ﷲ ﻭ ﻧﺴﻮﻩ 

Pada hari ketika mereka semua dibangkitkan Allah, lalu Dia jelaskan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpukan amal perbuatan, padahal mereka telah melupakannya ( al-mujadilah 6) 

ﻭﻼ ﻳﻈﻠﻢ ﺭﺑﻚ ﺃﺣﺪﺍ 

Dan Rabmu tidak akan menganiaya seorangpun (alkahfi 49) 


ﺍﻟﺤﻤﺪ ﺍﻟﻟـﻪ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﻠﻤﻴﻦ

Karena dia telah membunuh ayah kami


Pada masa Khalifah Umar Ibnul Khaththab Radhiyalahu Anhu ada sebuah kejadian sangat menarik, diriwayatkan datang kehadapan Khalifah yang mulia 3 orang laki laki, dua orang berkata kepada Khalifah Umar :

" ya amiral mukminin, saya ingin engkau menjatuhkan qishash kepada anak muda ini, karena dia telah membunuh ayah kami " 

Khalifah Umar bertanya kepada pemuda tsb : " kenapa engkau membunuhnya?" 
Pemuda itu menjawab :" saya mengembalakan onta, salah satu Ontaku masuk kepekarang rumahnya dan memakan tanaman didalamnya maka orang tua orang ini mengambil batu lalu memukul ontaku sampai mati, aku marah aku ambil batu itu lalu ku pukul kan kepada orang tuanya sampai mati pula dia" 
Khalifah berkata :" jika demikian aku akan tegakkan hukuman qishash atas dirimu " 
Pemuda itu berkata :" beri saya waktu barang 3 hari, ayahku meninggal dunia dia meninggalkan untukku warisan untuk saya dan adik saya jika engkau menghukum mati diriku maka akan hilang hartaku dan juga harta adikku " 

Khalifah berkata :" jika kamu mau pulang ke kampungmu, lalu siapa yang menjadi jaminanmu?"
Pemuda itupun melihat orang orang yang ada disekelilingnya kemudian dia berkata :" saya jadikan orang ini sebagai jaminan diriku"

Khalifah berkata :" wahai abu dzar apakah Anda bersedia menjadi jaminan atas dirinya ?"
Abu Dzar berkata :" saya siap menjadi jaminan atas dirinya ya amiral mukminin "
Khalifah berkata :" engkau tidak mengenalnya, jika dia kabur saya akan atasmu hukuman mati tsb"
Abu Dzar berkata :" saya menjadi jaminan atasnya ya amiral mukminin " 
Maka pergilah sang pemuda tadi, berlalu satu hati, dua hari dan masuk hari ketiga dan semua orang terguncang perasaannya atas nasib Abu Dzar Radhiyallahu Anhu

Sebelum datangnya waktu maghrib muncullah sang pemuda dalam kondisi lelah dan kehausan seraya berdiri dihadapan amirul mukminin Umar Ibnul Khaththab Radhiyalahu Anhu kemudian berkata :" aku telah menyelamatkan hartaku dan juga adikku dan saat ini aku ada dibawah kekuasaanmu silakan tegakkan hukuman atas diriku" 

Khalifah berkata :" apa yang menyebabkan engkau kembali kesini padahal kamu punya kesempatan untuk melarikan diri ?" 

Pemuda itu berkata ;" aku takut orang orang akan mengatakan :" telah hilang sikap menepati janji dalam diri masyarakat ini "

Khalifah bertanya kepada abu Dzar :" apa yang mendorongmu mau menjaminkan diri atas orang ini?" 

Abu Dzar berkata :" aku takut orang orang akan berkata :" telah hilang kebaikan ditengah masyarakat kita" 

Kedua anak muda yang ayahnya dibunuh berkata :" kami telah maafkan kesalahannya ya amiral mukminin "

Berkata Khalifah Umar dengan takjub :" lho kenapa?" 

Keduanya berkata :" kami takut orang orang akan berkata :" telah hilang sifat pemaaf ditengah tengah masyarakat kita " 

Allaahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar .. 

Adakah yang bisa menciptakan manusia manusia dengan akhlak yang mulia seperti ini kalau bukan iman kepada Allah dan iman kepada akhirat, adakah ajaran selain Islam yang mampu menjadiakan manusia seperti ini? 

Sabtu, 28 September 2013

Berpahala Haji Tanpa Pergi Haji




Haji sebagai rukun Islam ke-5, pasti tidak diragukan lagi soal kedudukan, kepentingan dan tentu saja pahala yang dijanjikan bagi yang melaksanakannya.
Secara umum, pahala haji yang dijanjikan Allah melalui lisan Rasulullah saw ada dua:
Pengampunan semua dosa, dan
Surga
Pahala tersebut di atas, belum termasuk pahala tawaf, shalat di Masjid al-Haram, I’tikaf dan masih ada beberapa amalan lain yang bisa dilakukan selama berapada di Makkah, belum lagi jika ditambah dengan ziarah di Madinah.
Ketika anugrah itu begitu besar, namun mereka yang mendapatkan kesempatan melaksanakan ibadah ini tidak lebih dari 10 %, maka bagaimana dengan nasib ummat Islam yang 90 % nya lagi, yang belum berkesempatan pergi haji, padahal mereka mau dan berharap.
Sadar dengan perbedaan ini, Islam sebagai agama yang sempurna, sudah menyediakan alternatif amalan yang berpahalakan haji, meski tidak mendapat gelar Bu Hajah, atau Pak Haji.
Beberapa hadis di bawah ini nanti, akan memberikan gambaran yang jelas sekali amalan yang berpahalakan haji dan umrah.




Pahala Haji Mabrur


Berikut beberapa riwayat yang menyebutkan dengan jelas pahala haji:

1. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ :

مَنْ حَجَّ لِلَّهِ، فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ، رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ .

متفق عليه[1]

Barangsiapa berhaji karena Allah, kemudian tidak melakukan rafats (berkata jorok) dan tidak berbuat fasik (hal-hal yang dilarang), maka dia pulang (ke kampungnya) seperti bayi yang baru dilahirkan (tanpa beban dosa).


2. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم :

مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

رواه الترمذي[2]

Barangsiapa berhaji, kemudian tidak melakukan rafats (berkata jorok) dan tidak berbuat fasik (hal-hal yang dilarang), maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.



3. عَنْ ابْنِ شِمَاسَةَ الْمَهْرِيِّ قَالَ حَضَرْنَا عَمْرَو بْنَ الْعَاص رضي الله عنه وَهُوَ فِي سِيَاقَةِ الْمَوْتِ، فَبَكَى طَوِيلًا وَحَوَّلَ وَجْهَهُ إِلَى الْجِدَار،ِ فَجَعَلَ ابْنُهُ يَقُولُ: يَا أَبَتَاهُ، أَمَا بَشَّرَكَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِكَذَا؟ أَمَا بَشَّرَكَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِكَذَا؟ قَالَ: فَأَقْبَلَ بِوَجْهِهِ فَقَالَ: إِنَّ أَفْضَلَ مَا نُعِدُّ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، إِنِّي كُنْتُ عَلَى أَطْبَاقٍ ثَلَاثٍ: لَقَدْ رَأَيْتُنِي وَمَا أَحَدٌ أَشَدَّ بُغْضًا لِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنِّي، وَلَا أَحَبَّ إِلَيَّ أَنْ أَكُونَ قَدْ اسْتَمْكَنْتُ مِنْهُ فَقَتَلْتُهُ، فَلَوْ مُتُّ عَلَى تِلْكَ الْحَالِ لَكُنْتُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ. فَلَمَّا جَعَلَ اللَّهُ الْإِسْلَامَ فِي قَلْبِي أَتَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَقُلْتُ: ابْسُطْ يَمِينَكَ فَلْأُبَايِعْكَ. فَبَسَطَ يَمِينَهُ. قَال:َ فَقَبَضْتُ يَدِي. قَالَ:

مَا لَكَ يَا عَمْرُو؟ قَالَ قُلْتُ: أَرَدْتُ أَنْ أَشْتَرِطَ؟ قَالَ: تَشْتَرِطُ بِمَاذَا ؟ قُلْتُ: أَنْ يُغْفَرَ لِي. قَالَ: أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ الْإِسْلَامَ يَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلَهُ وَأَنَّ الْهِجْرَةَ تَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلِهَا وَأَنَّ الْحَجَّ يَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلَهُ ؟. وَمَا كَانَ أَحَدٌ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ rوَلَا أَجَلَّ فِي عَيْنِي مِنْهُ، وَمَا كُنْتُ أُطِيقُ أَنْ أَمْلَأَ عَيْنَيَّ مِنْهُ إِجْلَالًا لَهُ، وَلَوْ سُئِلْتُ أَنْ أَصِفَهُ مَا أَطَقْتُ لِأَنِّي لَمْ أَكُنْ أَمْلَأُ عَيْنَيَّ مِنْهُ، وَلَوْ مُتُّ عَلَى تِلْكَ الْحَالِ لَرَجَوْتُ أَنْ أَكُونَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ. ثُمَّ وَلِينَا أَشْيَاءَ مَا أَدْرِي مَا حَالِي فِيهَا، فَإِذَا أَنَا مُتُّ فَلَا تَصْحَبْنِي نَائِحَةٌ وَلَا نَارٌ، فَإِذَا دَفَنْتُمُونِي فَشُنُّوا عَلَيَّ التُّرَابَ شَنًّا، ثُمَّ أَقِيمُوا حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ مَا تُنْحَرُ جَزُورٌ وَيُقْسَمُ لَحْمُهَا حَتَّى أَسْتَأْنِسَ بِكُمْ وَأَنْظُرَ مَاذَا أُرَاجِعُ بِهِ رُسُلَ رَبِّي.

رواه مسلم وابن حزيمة[3]


Dari Ibn Syimasah al-Mahri berkata: Kami menjenguk ‘Amr ibn al-‘As ra ketika dalam keadaan sakarat maut, beliau menangis lama sekali dan dia memalingkan wajahnya ke arah tembok. Anaknyapun berkata: Wahai ayahannda, bukankah Rasulullah saw sudah memberikanmu kabar gembira dengan ini ? dan bukankah Rasulullah saw sudah memberikanmu kabar gembira lainnya dengan itu ?. Kemudian beliau menghadapkan kembali wajahnya dan berkata: Sesungguhnya hal yang paling baik kita persiapkan adalah syahadat لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّه , sesungguhnya (perjalanan hidup) saya melalui tiga tahapan: Kamu sudah melihat saya, ketika itu tidak ada orang yang lebih benci kepada Rasulullah saw dari saya, dan tidak ada yang paling saya inginkan lebih dari bisa mencekiknya dan membunuhnya. Kalaulah aku mati pada saat itu, pastilah aku akan menjadi penghuni neraka. Lalu, ketika Allah mengetuk Islam masuk ke dalam hatiku, saya mendatangi Nabi saw dan berkata: Bentangkan tanganmu saya akan membaia’atmu. Baginda memberikan tangan kanannya. Saya lalu menggenggam tanganku sendiri. Rasulullah saw pun bertanya: Ada apa wahai Amr ? Saya berkata: Saya ingin mengajukan syarat. Baginda menjawab: Syarat apa ? Saya berkata: Aku harus diampuni. Baginda menjawab: Tidakkah kamu tahu bahwa keIslaman seseorang akan menghapus dosa-dosa lalunya, dan hijrahnya seseorang akan menghapus dosa-dosa yang lalunya, dan hajinya seseorang akan menghapus dosa-dosanya yang lalu ?. (‘Amru menyambung ceritanya). Ketika itu, tidak ada orang yang lebih kucintai dari Rasulullah saw, dan tidak ada orang yang lebih kukagumi dari dirinya. Dan aku tidak mampu untuk melihat wajahnya karena kekagumanku, kalaulah ada orang yang memintaku untuk menggambarkannya, akan tidak mampu melakukannya sebab mataku tidak mampu menatapnya. Kalaulah aku mati pada saat itu, aku berharap aku termasuk penghuni surga. Kemudian aku diangkat menjabat beberapa pekerjaan dan menduduki beberapa posisi, aku tidak tahu bagaimana keadaanku selama itu. Jika aku meninggal jangan diikuti oleh perempuan peratap (tukang nangis), dan tidak juga api (obor), jika kalian menguburku maka diurug sekaligus, namun tarunkan tanahnya sedikit-sedikit, kemudian kalian berdirilah di sekitar kuburku selama sekitar waktu yang perlukan seseorang ketika memotong onta dan membagikan dagingnya, sehingga aku merasakan kehadiran kalian dan aku melihat apa yang aku laporkan kepada utusan Tuhanku (malaikat).


4. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ :

الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ .

متفق عليه[4]

Dari Abu Hurayrah, Rasulullah saw bersabda:

Umrah ke umrah merupakan pengampunan (dosa yang dilakukan) antar keduanya. Dan haji yang mabrur tidak ada pahala yang layak kecuali surga.

Kesimpulan :

Pahala haji mabrur adalah:
Doa-dosanya diampuni seolah-olah seperti bayi yang baru dilahirkan Surga




Amalan Berpahalakan Umrah dan Haji

Terdapat amalan yang berpahalakan umrah, dan beberapa amalan yang berpahalakan haji.
Shalat di masjid Quba yang berpahalakan umrah.
Zikir yang berpahalakan haji
Shalat Subuh disambung Dhuha yang berpahalakan haji.

Berikut riwayat hadis-hadis yang berkenaan tema di atas:

Pahala Shalat di Masjid Quba

1. عن سَهْلٍ بْنُ حُنَيْفٍ رضي الله عنه قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم :

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِه،ِ ثُمَّ أَتَى مَسْجِدَ قُبَاءَ فَصَلَّى فِيهِ صَلَاةً، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ عُمْرَةٍ .

رواه النسائي و ابن ماجه و أحمدوالحاكم[5]


Dari Sahal ibn Hunayf, Rasulullah saw bersabda:

Barangsiapa yang bersuci dari rumahnya, kemudian datang ke Masjid Quba lalu shalat di dalamnya, maka dia akan mendapatkan pahala umrah.


2. عَنْ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم :

مَنْ صَلَّى فِيْهِ، كَانَ كَعِدْلِعُمْرَة ٍ.

رواه ابن حبان[6]

Dari Ibn ‘Umar ra, Rasulullah saw bersabda:

Barangsiapa yang shalat di sana (masjid Quba),

maka pahalanya seperti umrah.


Kesimpulan :
Shalat di masjid Quba sama pahalanya dengan umrah.
Persyaratannya: Ketika keluar rumah hendak pergi ke masjid Quba harus berwudhu’ dahulu.

Pahala Zikir tertentu



1. عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم :

مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ مِائَةً بِالْغَدَاةِ، وَمِائَةً بِالْعَشِيِّ، كَانَ كَمَنْ حَجَّ مِائَةَ مَرَّةٍ، وَمَنْ حَمِدَ اللَّهَ مِائَةً بِالْغَدَاةِ، وَمِائَةً بِالْعَشِيِّ كَانَ كَمَنْ حَمَلَ عَلَى مِائَةِ فَرَسٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، أَوْ قَالَ غَزَا مِائَةَ غَزْوَةٍ. وَمَنْ هَلَّلَ اللَّهَ مِائَةً بِالْغَدَاةِ، وَمِائَةً بِالْعَشِيِّ، كَانَ كَمَنْ أَعْتَقَ مِائَةَ رَقَبَةٍ مِنْ وَلَدِ إِسْمَعِيلَ، وَمَنْ كَبَّرَ اللَّهَ مِائَةً بِالْغَدَاةِ، وَمِائَةً بِالْعَشِيِّ ،لَمْ يَأْتِ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ أَحَدٌ بِأَكْثَرَ مِمَّا أَتَى بِهِ إِلَّا مَنْ قَالَ مِثْلَ مَا قَالَ أَوْ زَادَ عَلَى مَا قَالَ.

رواه الترمذي[7]

Dari ‘Amru ibn Syu’aib dari Bapaknya, dari Kakeknya, Rasulullah saw bersabda:

Barangsiapa bertasbih (mengucap subhanallah) seratus di pagi hari dan seratus di malam hari, seolah-oleh seperti orang yang berhaji seratus kali. Dan barangsiapa yang bertahmid (mengucap alhamdulillah) seratus di pagi hari dan seratus di malam hari, seolah-olah seperti orang yang menunggang seratus kuda di jalan Allah, atau ikut berperang seratus kali. Dan barangsiapa betahlil (menyebut la ilaha illa Allah) seratus kali waktu pagi dan seratus kali waktu malam, maka pahalanya seperti orang yang memerdekakan seratus budak dari anakturunan nabi Isma’il. Dan barangsiapa bertakbir (mengucap Allahu akbar) seratus kali waktu pagi dan seratus kali waktu malam, maka pada hari itu tidak ada seorang yang datang dengan membawa pekerjaan yang lebih baik dari dirinya, kecuali orang yang melakukan hal yang sama atau lebih dari itu.

Shalat Subuh Disambung Dhuha


1. عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم :

مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ، ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ،

كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ . قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم : تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ.

رواه الترمذي[8]



Dari Anas ibn Malik ra, Rasulullah saw bersabda:

Barangsiapa yang shalat subuh berjama’ah, kemudian tetap duduk dan zikrullah sampai matahari terbit, kemudian salat dua rekaat, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah. Rasulullah saw menambahkan: sempurna, sempurna, sempurna.


2. عَنْ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنه كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إذا صَلَّى الفَجْرَ لم يَقُمْ مِنْ مَجْلِسِهِ حَتَّى تمْكِنَهُ الصَّلاَةَ، وَقَالَ:

مَنْ صَلَّى الصُبْحَ ثُمَّ جَلَسَ في مَجْلِسِهِ حَتَّى تُـمْكِنُه ُالصَّلاَ ةَ، كَانَ بمنزِلَةِ حَجَّةٍ وَعُمْرَة ٍ مُتَقَبِّلَتَيْنِ .

رواه الطبراني[9]

Dari Ibn Umar ra yang bercerita bahwa Rasulullah saw jika shalat subuh, tidak beranjak dari tempat duduknya hingga memungkinkannya shalat, dan baginda bersabda:

Barangsiapa yang shalat subuh kemudian tetap duduk di tempat duduknya sampai memungkinkannya shalat, maka kedudukannya seperti haji dan umrah.



3. عَنْ أبي أُمَامَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم :

مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ، ثُمَّ جَلَسَيَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، ثُمَّ قام فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ،

انـْقلَبَ بِأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ .

رواه الطبراني[10]


Dari Abu Umamah ra, Rasulullah saw bersabda:

Barangsiapa yang shalat subuh berjamaah kemudian tetap duduk zikrullah sampai matahari terbit, kemudian shalat dua raka’at, maka pahalanya berubah menjadi pahala haji dan umrah.

Kesimpulan:

Meski Allah sudah menyediakan beberapa amalan yang berpahalakan haji, akan tetapi, bagi mereka yang mengerjakan amaliah ini, mereka tetap dianggap belum menunaikan haji, Karenanya mereka masih tetap berkewajiban melaksanakan haji ke Baitullah. Wallahu a’lam.


[1] Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukahri (hadis no. 1424) dan Muslim (hadis no. 2404). Hadis ini diriwayatkan juga oleh al-Nasa’i (hadis no. 2580), Ahmad (hadis no. 6839, 7077, 8943, 9885 dan 10006), al-Darimi (hadis no. 1728)

[2] Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Tirmizi (hadis no. 739) dan beliau berkata bahwa hadis ini hasan sahih.

[3] Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim (hadis no. 173 ), Ahmad (hadis no. 17112 dan 17145) dan Ibn Khuzaimah (hadis no. 2515) secara ringkas.

[4] Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukahri (hadis no. 1650) dan Muslim (hadis no. 2403). Hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Tirmizi (hadis no. 855), al-Nasa’i (hadis no. 2575, 2576 dan 2582), Ibn Majah (hadis no. 2879), Malik (hadis no. 675) dan Ahmad (hadis no. 7050, 9562 dan 9569) dan al-Darimi (hadis no. 1727).

[5] Hadis sahih diriwayatkan oleh al-Nasa’i (hadis no. 692), Ibn Majah (hn. 1402) dan Ahmad (hadis no. 15414) dan al-Hakim (jil. 3, hal. 12, hadis no. ), beliau berkata: Isnadnya Sahih. Al-Zahabi mensepakatinya.  
[6] Hadis da’if diriwayatkan oleh Ibn Hibban (hadis no. ), .

[7] Hadis hasan, diriwayatkan oleh al-Tirmizi (hadis no. 3393) beliau berkata: Hadis ini hasan gharib. Al-Munziri dalam al-Targhib berkata: . Al-Dimyati menyebatkan hadis ini tanpa komentar kecacatan (al-Matjar al-Rabih, hadis no. 1302)

[8] Hadis hasan, diriwayatkan oleh al-Tirmizi (hadis no. 535) beliau berkata: hadis ini hasan gharib. Hemat penulis hadis ini mempunyai banyak syawahid penguat seperti yang sebutkan oleh al-Munziri dalam al-Targhib dan al-Dimyati dalam al-Matjar al-Rabih.

[9] Hadis hasan lighairih, diriwayatkan oleh al-Tabarani dalam al-Awsat (hadis no. 5598). Al-Munziri berkata: Perawi al-Tabarani tsiqah kecuali al-Fadl ibn Muwaffaq, ada kecacatan pada kredibilitasnya. (al-Targhib, hadis no. 657). Al-Fadl sendiri dida’ifkan oleh Abu Hatim, dan Ibn Hajar berkata: ada kelemahan (Mizan al-i’tidal, jil. 5, hal. 437; al-Taqrib, hal. 447). Al-Dimyati mengatakan bahwa al-Tabarani meriwayatkannya dengan dua sanad, satu berkwalitas baik, dan satu berkwalitas hasan (al-Matjar al-Rabih, hadis no. 306).

[10] Hadis hasan lighairih, diriwayatkan oleh al-Tabarani dalam al-Kabir (hadis no. ). Al-Munziri mengatakan bahwa sanad al-Tabarani baik dan al-Dimyati tidak mengomentari kecacatannya. (al-Targhib, hadis no. 656 dan al-Matjar al-Rabih, hadis no. 305)).


DR H. Ahmad Lutfi Fathullah, MA