.

Senin, 05 Januari 2015

Tips Mendaki Gunung Saat Musim Hujan




Mendaki gunung merupakan aktivitas yang menarik, sehingga tak jarang banyak orang yang melakukan pendakian untuk menyalurkan hobinya. Namun aktivitas di ruang terbuka ini juga memiliki resiko, apalagi jika dilakukan saat musim hujan yang mana badai dan angin kencang lebih berpotensi sering terjadi saat turun hujan.

Persiapan serta manajemen perjalanan yang lebih matang sangat diperlukan untuk menjaga keselamatan dan kesuksesan pendakian. Berikut beberapa tips yang bisa dilakukan dalam pendakian saat musim hujan :


Persiapan fisik dan mental.

Pada umumnya setiap pendakian memang membutuhkan persiapan fisik dan mental. Namun dalam kondisi musim hujan, persiapan harus lebih matang dan harus siap dengan keadaan cuaca yang bisa lebih ekstrim. Hawa yang dingin, angin kencang serta beberapa hal lainnya dalam pendakian harus dipersiapkan sebaik mungkin.


Mengetahui kondisi jalur pendakian.

Hal ini sangat penting untuk diketahui, sehingga ada baiknya anda ataupun teman seperjalanan sudah pernah mendaki gunung yang akan anda pilih. Dengan adanya pengetahuan tentang kondisi jalur pendakian, anda sudah mengetahui dimana lokasi yang tepat untuk beristirahat, mendirikan tenda, ataupun lokasi terdekat untuk berlindung apabila terjadi cuaca buruk.


Manajemen perlengkapan.

Kondisi cuaca yang buruk seringkali membuat stamina pendaki menurun. Membawa perlengkapan yang terlalu berat tentu akan memberatkan pendakian anda. Sebaiknya bawalah perlengkapan yang dirasa penting saja seperti jas hujan atau ponco, pakaian ganti kering, senter serta beberapa perlengkapan lainnya yang harus dibawa saat musim penghujan. Tentunya perlengkapan seperti ponco diletakkan pada tempat yang bisa digunakan segera jika hujan turun dengan tiba-tiba.


Tidak berkemah.

Berkemah di gunung saat musim hujan akan terasa sangat tidak nyaman. Apalagi jika ada banyak perlengkapan yang basah seperti pakaian, tas, sepatu dan sebagainya. Rembesan air juga menjadi salah satu gangguan ketika barang bersentuhan dengan tenda. Untuk itu, perlu menentukan gunung yang tepat dengan rute yang tidak terlalu panjang. Akumulasi naik-turun gunung antara 6-15 kilometer bisa dijadikan pilihan yang tepat.


Bungkus perlengkapan dengan kantong plastik.

Hal ini sangat membantu menjaga perlengkapan anda tetap kering, khususnya sleeping bag dan pakaian ganti dari resiko terkena air hujan apabila tas anda basah. Pakaian yang basah sangat beresiko menurunkan suhu tubuh yang bisa menyebabkan berbagai kemungkinan buruk seperti hypotermia.


Gunakan sepatu.

Ketika musim hujan, jalur berlumpur atau tanah yang lembek tentu bukan hal yang asing. Jika menggunakan sandal, resiko terputus cukup besar. Untuk itu menggunakan sepatu bisa lebih aman dalam kondisi alam yang seperti ini.


Bawa flysheet dan ponco berukuran besar.

Ketika hujan atau cuaca buruk tiba-tiba datang, belum tentu lokasi berlindung sudah dekat. Dengan membawa flysheet ataupun ponco yang besar, bisa dijadikan alternatif untuk membuat bivak dengan cepat.


Bawa tenda bervestibule (teras).

Jika anda berencana untuk tetap camping di gunung saat musim hujan, sebaiknya bawalah tenda yang memiliki teras sehingga memudahkan anda untuk memasak walaupun sedang turun hujan.


Bawa bahan penyerap air.

Ketika sepatu atau tenda anda basah maka sangat diperlukan perlengkapan seperti bahan yang dapat menyerap air, contohnya : kertas koran, kanebo ataupun spons.


Gunakan tongkat pendakian.

Ketika hujan, tanah tentu menjadi lebih licin dan sangat beresiko terpeleset atau tergelincir. Penggunaan tongkat pendakian bisa sangat membantu atau jika tidak ada anda juga bisa menggunakan ranting pepohonan yang telah patah.


Gunakan pelindung kaki/gaithers.

Saat musim penghujan biasanya binatang pacet akan mulai bermunculan. Tentunya ini akan menjadi rintangan sendiri yang harus dihadapi pendaki. Dengan memakai geither, setidaknya dapat mengurangi serangan binatang pacet yang sering menempel di kaki.


Hentikan pendakian jika cuaca memburuk.

Jangan memaksakan keadaan, jika cuaca memburuk sebaiknya segeralah berhenti dan berteduh. Perlu diingat pula bahwa dalam mencari tempat berteduh selalu perhatikan hal-hal yang dapat membahayakan anda dari sambaran petir. Seperti misalnya tidak berteduh di bawah pohon yang berdiri sendiri, tidak berada pada aliran air dan tidak pada tempat yang terbuka karena hal-hal tersebut merupakan lokasi yang rawan terhadap sambaran petir.



Setiap resiko dalam beraktivitas di alam bebas bisa dihindari apabila sudah dipersiapkan sebaik-baiknya, termasuk mendaki gunung ketika musim hujan. Hal terpenting yang harus diingat adalah keselamatan dalam pendakian merupakan tujuan yang paling utama, sehingga bila kondisi sudah tidak memungkinkan sebaiknya hindari memaksakan diri. Selalu pentingkan keselamatan dan selamat mendaki!

Gunug Salak




Gunung Salak merupakan sebuah gunung berapi yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi. Gunung ini memiliki beberapa puncak diantaranya adalah puncak Salak I dengan ketinggian 2.211 m dpl dan puncak Salak II dengan ketinggian 2.180 m dpl. Gunung Salak bukanlah nama dari tanaman salak, namun berasal dari bahasa sangsekerta “salaka” yang berarti perak. 

Letusan terakhir gunung ini terjadi pada tahun 1938 berupa erupsi freatik yang terjadi di kawah Cikuluwung Putri. Pendakian Gunung Salak dapat melalui beberapa jalur pendakian. Puncak yang sering didaki adalah puncak I dan II. Puncak Salak I dapat didaki dari arah Cimelati dekat Cicurug, Cidahu Sukabumi atau Kawah Ratu Gunung Bunder. Untuk mendaki gunung ini sebaiknya dilakukan pada pertengahan musim kemarau. Pada musim kemarau jalur pendakian tidak terlalu becek, angin tidak terlalu kencang, dan tidak ada pacet atau lintah. Pendakian gunung salak ini bisa dilakukan lewat empat alternatif rute pendakian yaitu: Rute Pendakian Gunung Salak * Jalur Cidahu (Sukabumi) * Jalur Giri Jaya (Curug Pilung) * Jalur Kutajaya/Cimelati *Jalur Pasir Reungit Jalur Cidahu, Sukabumi Salah satu jalur yang sering dipakai oleh pendaki gunung adalah dari Wana Wisata Cangkuang, Kecamatan Cidahu, kabupaten Sukabumi. 

Dari Jakarta menuju ke tempat ini dapat menggunakan bus jurusan Sukabumi atau kereta api dari Bogor jurusan Sukabumi kemudian turun di Cicurug. Selanjutnya dari Cicurug sambung dengan mobil angkot jurusan Cidahu. Dari tempat ini ada dua jalur pendakian, yakni jalur lama yang menuju puncak I dan jalur baru yang menuju Kawah Ratu. Wana Wisata Cangkuang sering digunakan menjadi perkemahan dengan pemandangan air terjun yang indah dan sering digunakan pendaki menuju ke Kawah Ratu. Dari jalur ini pula pendaki dapat menuju ke Puncak Salak I. 

Di pintu masuk Wana Wisata ini terdapat tempat yang nyaman untuk berkemah, juga terdapat banyak warung makanan. Dari jalur ini dapat menuju Kawah Ratu, waktu yang diperlukan adalah sekitar 3-5 jam perjalanan. Sedangkan untuk menuju ke puncak Gunung Salak I diperlukan sekitar 8 jam perjalanan. Dari perkemahan menuju shelter III memiliki jalur awal curam, kemudian lembab dan basah. Pada musim hujan jalur ini merupakan jalur licin dan curam, perjalanan tertolong oleh akar-akar pohon. Pada shelter ini terdapat sungai yang jernih dan terdapat tempat yang cukup luas untuk mendirikan tenda dengan pemandangan hutan tropis yang lebat. Menuju shelter IV, jalur semakin curam. Jalur ini berupa tanah merah. Di beberapa tempat, kamu akan melewati beberapa tempat becek sedalam dengkul kaki. 

Pada jalur ini juga pendaki akan melewati dua buah sungai yang jernih airnya. Untuk pendakian jalur ini sebaiknya mengambil air jernih di sini karena pada musim kemarau sungai ini menjadi sumber air bersih terakhir. Sehelter IV merupakan persimpangan jalan. Untuk menuju ke Kawah Ratu ambil jalan ke kiri, sedangkan untuk menuju ke puncak Gunung Salak ambil jalur ke kanan. Di shelter ini memiliki area yang cukup luas untuk membangun tenda. Menuju Kawah Ratu Dari Shelter IV menuju Kawah Ratu diperlukan waktu sekitar 1 jam. Kawah ratu terdiri dari 3 kawah, Kawah Ratu (paling besar), Kawah Paeh (kawah mati), Kawah Hurip (kawah hidup). Kawah Ratu merupakan kawah aktif yang secara berkala mengeluarkan gas berbau belerang. Di tempat ini dilarang mendirikan tenda dan dilarang minum air belerang. Menuju Puncak Gunung Salak Dari Sehleter III menuju shelter IV akan membutuhkan waktu 1 jam. Perjalanannya akan melintasi akar-akar pohon yang tertutup tanah lunak sehingga kaki bisa terpelosok. Dari tempat ini akan terlihat Kawah Ratu dengan sangat jelas. 

Setelah melewati sungai kecil dan tempat yang sangat luas, pendaki berbelok ke kanan. Kemudian berjalan ke kiri mengikuti pagar kawat berduri. Jalur ini sangat sempit, sedikit turunan, agak landai, juga curam. Pada sisi kiri dan kanan jalan berupa jurang yang curam dan dalam. Pada jalur ini ditutupi rumput dan pohon. Satu jam melintasi jalur ini pendaki akan melintasi akar-akar pohon dan bebatuan. Jalur shelter V sedikit menurun kemudian kembali menajak tajam. Pendaki akan memanjat tebing batu curam. Menuju shelter VI memerlukan waktu sekitar 1 jam, jalur semakin curam dan sempit sehingga tidak ada waktu untuk beristirahat. Pada shelter VII pendaki perlu waktu sekitar satu jam untuk mendaki punggung gunung yang semakin menanjak. Pada jalur ini pendaki akan banyak melintasi akar pohon sehingga bila angin bertiup pendaki akan ikut bergoyang. Dari sini hanya membutuhkan waktu sepuluh menit untuk menuju puncak Gunung Salak I, jalur ini sudah tidak terlalu curam. 


Sampailah pada puncak Gunung Salak I, Puncak Gunung ini masih banyak ditumbuhi pohon-pohon besar. Tempatnya sangat luas dan dapat digunakan untuk mendirikan beberapa tenda. Di puncak ini terdapat beberapa makam kuno, diantaranya makam Embah Gunung Salak yang nama aslinya Raden K.H. Moh. Hasan Bin Raden K.H. Bahyudin Braja Kusumah. Tidak jauh dari makam Embah Gunung Salak, terdapat makam kuno yang lain, yakni makam Raden Tubagus Yusup Maulana Bin Seh Sarip Hidayatullah. Di puncak Gunung Salak I ini juga terdapat sebuah pondok yang sering digunakan oleh para penjiarah untuk menginap. Jalur Giri Jaya (Curug Pilung) Jalur Giri Jaya terdapat di Wana Wisata Curug Pilung, Desa Giri Jaya, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi. Menuju Puncak Gunung Salak dari jalur ini dapat dilalui dengan waktu tempuh 5 – 8 jam perjalanan. Jalur ini berada di Wana Wisata Curug Pilung, Desa Giri Jaya, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi. Untuk menuju desa Giri Jaya dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan Ojek dari Cicurug. Atau pendaki dapat berjalan kaki dengan waktu tempuh sekitar 3,5 jam perjalanan. Dari pintu masuk Wana Wisata Curug Pilung dengan berjalan kaki beberapa meter akan telihat Gapura pintu masuk Pasareyan Eyang Santri. Dari sana pendaki dapat berjalan melalui rumah penduduk, kemudian akan sampai kebun-kebun rumah penduduk. Setelah berjalan 15 menit pendaki akan sampai di sebuah pertapaan Eyang Santri, disekitarnya terdapat MCK yang terdapatair bersih di dalamnya. Pendaki harus mengambil air bersih dari sini karena melalu jalur ini hingga mencapai puncak tidak terdapat mata air. Di bawah pertapaan Eyang Santri terdapat air terjun yang indah, namanya air terjun Curug Pilung. Daerah ini juga dapat digunakan untuk berkemah. Dari lokasi pertapaan Eyang Santri pendaki akan melewati jalur yang agak landai, melewati pohon pohon damar. Bila cuaca bagus dari sini dapat terlihat Gunung Gede dan Gunung Pangrango dengan sangat jelas. 

Lereng-lerengnya banyak ditumbuhi pohon besar dan lebat. Dalam waktu 1 jam perjalanan jalur masih agak landai dan melewati jalan yang sempit dan licin. Sekitar 3-4 jam perjalanan pendaki akan sampai pada sebuah makam Pangeran Santri. Di sekitar makam terdapat mushola dan sebuah pondok. Dari makam ini jalur semakin curam, melawati akar dan tanah. Dari tempat ini masih diperlukan waktu 2 jam perjalanan untuk menuju puncak. Di beberapa tempat harus menaiki batu batu besar yang licin yang disekitarnya adalah jurang. Selain itu terdapat akar yang tertutup lumut, bila menginjak tanah akan terjeblos ke celah-celah akar. Di daerah ini biasanya terdapat monyet dan berbagai burung. Selanjutnya pendaki akan sampai di pertemuan jalur yang berasal dari Cangkuang, tepatnya di shelter VII. Dari Shelter VII jalur sudah mulai agak landai melewati akar-akar pohon. Sekitar 10 menit kemudian kita akan sampai di puncak Gunung Salak I. Jalur Kutajaya/Cimelati Jalur Kutajaya atau Cimelati adalah jalur pendakian ke puncak Gunung Salak yang paling pendek dan paling cepat, namun di sepanjang jalur pendaki akan sulit menemukan sumber air, sehingga air bersih harus dipersiapkan sejak dari bawah. Untuk menuju Kutajaya dari Bogor pendaki naik mobil ke jurusan Sukabumi turun di Cicurug atau Cimelati. Cicurug adalah kota kecamatan yang masuk ke wilayah kabupaten Sukabumi, segala perlengkapan pendakian harus dipersiapkan di sini. Dari pasar Cicurug yang juga merangkap terminal kita dapat mencarter mobil ke Kutajaya atau naik ojeg. Kendaraan umum hanya ada di pagi hari, itupun dalam jumlah sangat terbatas. Perjalanan dimulai dari desa Kutajaya dengan menyusuri ladang dan kebun pertanian penduduk, karena banyaknya percabangan maka perjalanan sebaiknya dilakukan siang hari, usahakan untuk selalu mengikuti punggung gunung. Bila agak sulit menemukan jalur bisa mengikuti arah ke air terjun. Terdapat tanda-tanda yang jelas pada setiap pos, namun tanda-tanda penunjuk arah menuju puncak sangat jarang. 

Disepanjang jalur ini tidak ada tempat yang cukup luas dan datar untuk membuka tenda. Di beberapa pos terdapat tempat yang cukup untuk mendirikan 1-2 buah tenda ukuran kecil. Jalur ini jarang dilewati pendaki sehingga kadangkala tertutup rumput dan dedaunan. Setelah melintasi ladang pertanian penduduk, pendaki melintasi hutan yang cukup lebat namun tidak terlalu lembab. Selanjutnya akan dijumpai pertigaan dari Kutajaya, air terjun dan menuju puncak. Berjalan menuju ke arah puncak sekitar beberapa ratus meter akan dijumpai Pos 3. Jalur ini terus menanjak melintasi hutan-hutan yang cukup lebat. Di Pos 4 pendaki akan menemukan percabangan lagi. Di sini terdapat pipa saluran air, jangan mengikuti pipa saluran air, baik yang ke atas (kiri) maupun ke bawah (kanan). Setelah melewati Pos 4 jalur kelihatan cukup jelas dan tidak banyak percabangan lagi. Dengan berjalan menempuh sekitar 1 jam akan sampai di Pos 5. 

Jalur semakin menanjak melintasi hutan lebat dan kadangkala pendaki harus melintasi akar-akar pohon. Sepanjang jalur Kutajaya ini pemandangan monoton hanya berupa hutan-hutan, namun pendaki kadangkala akan melihat satwa-satwa seperti aneka jenis burung, juga suara-suara monyet, bahkan seringkali rombongan monyet melintasi jalur ini. Untuk menuju Pos 6 diperlukan waktu sekitar 1 jam perjalanan. Di Pos 6 terdapat tanah datar yang cukup untuk mendirikan 1 buah tenda. Masih diperlukan lagi waktu sekitar 1 jam perjalanan untuk menuju puncak Gunung Salak I. Penjalanan melewati jalur ini akan sampai tepat di samping makam Mbah Gunung Salak atau puncak Gunung Salak 1 dengan ketinggian 2.211 mdpl. Jalur Pasir Reungit Untuk menuju ke Pasir Reungit dari stasiun Bogor naik mobil angkot jurusan Bebulak. Kemudian dari terminal Bebulak disambung dengan mobil jurusan Leuwiliang, turun di simpang Cibatok. 

Dari Cibatok disambung lagi dengan mobil angkutan pedesaan ke Gunung Picung atau Bumi Perkemahan Gunung Bunder yang berakhir di Pasir Reungit. Untuk menuju puncak gunung Salak I jalur ini merupakan jalur terpanjang karena harus memutar dan melintasi Kawah Ratu. Jalur pendakian dari Pasir Rengit ini untuk menuju ke Kawah Ratu memiliki medan menanjak dan berbatu melewati air terjun. Di rute ini dapat dijumpai dua kawah berukuran kecil, yakni Kawah Monyet dan Kawah Anjing. Pada musim hujan beberapa bagian medannya berubah menjadi saluran air alami. Di sekitar Desa Pasir Reungit terdapat perkemahan dan tiga mata air yakni, Curug Cigamea Satu, Curug Cigamea Dua, dan Curug Seribu, yang dapat disinggahi sebelum ke Kawah Ratu. Curug Cigamea ini tingginya kurang lebih 50 meter. Tidak jauh dari kampung Pasir Rengit, terdapat Curug Ngumpet. Tumpahan airnya cukup lebar dengan ketinggian sekitar 20 meter. Sedangkan Curug Seribu memiliki tinggi mencapai 200 meter, dan tumpahan curug cukup besar dan menyatu, sehingga dari jarak jauh sudah terasa percikan airnya yang dingin. Pesan Disini saya tidak meberikan estimasi biaya perjalanan karena estimasi biaya setiap waktu bisa berubah dan saya menganjurkan untuk tanya langsung ke petugas langsung dengan cara menghubungi petugas lewat postingan CP petugas silahkan klik di sini untuk mengetahui nomer telfon petugas gunung 





Keindahan



Kawah Ratu (Dok. Yani)



Gunung Salak memang menyimpan banyak keindahan. Banyak pula yang menjulukinya sebagai gunung penuh mistis. Bagaimanapun juga, Gunung Salak merupakan ikon kebanggaan warga Bogor. Gunung dengan vegetasi hutan yang rapat ini memiliki banyak sumber mata air, sehingga tak heran jika ditemukan banyak sekali curug (air terjun) di lerengnya. Ada lagi yang unik dari Gunung Salak. Kawahnya tidak terletak di puncak seperti pada umumnya gunung-gunung lain, tetapi ada di tengah-tengah gunung. Kawah inilah yang dikenal dengan sebutan Kawah Ratu.

Sebagai warga Bogor, rasanya tidak lengkap kalau belum berkunjung ke kawah tersebut. Belum lama ini (15/3/14), niat untuk mengunjungi Kawah Ratu kesampaian juga. Salah seorang kompasianer Bogor Akang Sepuh, yang sudah terbiasa ke sini, menawarkan untuk mendaki ke kawah tersebut. Sayapun mengajak Ria Astuti dan 2 orang teman lain (Indah dan Mathias) untuk ikut bergabung, jadilah kami berlima trekking ke kawah ratu.

Kami memulai perjalanan sepagi mungkin. Sekitar pukul 8 lewat kami sudah tiba di depan pos penjagaan menuju Kawah Ratu di Gunung Bunder (masih termasuk wilayah Taman Nasional Gunung Halimun-Salak). Ada 2 jalur pendakian resmi yang bisa dilalui yaitu lewat Cidahu (Sukabumi) dan yang akan kami lalui ini yaitu Pasir reungit (Gunung Bunder). Sebelum mendaki, petugas taman nasional memberitahukan bahwa pendakian ke Kawah Ratu harus ditemani pemandu yang sudah berpengalaman. Kamipun mengiyakan, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti tersesat, terhirup gas beracun dan lain sebagainya. Bagaimanapun jalan-jalan ke gunung tidak boleh dianggap remeh meskipun jalurnya terbilang mudah.

Untuk menuju ke kawah ratu lewat jalur pasir reungit, kami harus trekking sejauh 3,6 km. Jarak sejauh itu bisa ditempuh sekitar 2 jam lebih. Gak terlalu sulit koq, karena jalannya lumayan landai. Lagipula Kawah Ratu hanya berada di ketinggian 800-900 m dpl, tidak terlalu tinggi. Sepertinya cocok buat olahraga santai.

Pagi itu cuaca berawan hingga tidak terasa panas sama sekali. Apalagi di kanan-kiri terdapat banyak tumbuhan yang kadang-kadang memaksa kami untuk sedikit menunduk saat melewatinya. Si pemandu berjalan agak cepat di depan rombongan kami. Dengan parang di tangannya, sesekali dia menebas semak/ranting pohon yang menghalangi jalan kami. Jalur yang kami lewati sepi sekali, terkadang menyempit, mungkin agak jarang dilewati orang. Kami hanya beberapa kali berpapasan dengan pendaki lain dari arah berlawanan.

Sepanjang perjalanan, kami harus melewati jalan setapak, di antara batu dan tanah yang becek. Tidak jarang pula harus melewati sungai atau jalan air. Hmm..jalur ke kawah ratu ini memang jalur basah, pokoknya suegeer banget deh. Suara gemericik air sungai hampir selalu terdengar mengiringi langkah kaki. Karena banyaknya jalan air yang harus dilewati, sangat tidak disarankan untuk ke sini di saat musim hujan, karena dikhawatirkan bisa terseret arus. Seringkali jalan setapak yang kami lalui bercabang, tanpa penunjuk arah sama sekali. Dan mungkin inilah penyebab banyak orang tersasar di sini.

Melewati jalan air (Dok. Yani)



Tibalah kami di jalan air setinggi mata kaki, beberapa tempat bahkan ada yang hampir setengah selutut. Mau tidak mau ujung celana panjangku jadi basah. Airnya begitu jernih dan terasa sekali dingin di kaki, mungkin kalau lama kelamaan bisa membuat kaki menjadi kram. Lumayan jauh juga jaraknya, mungkin hampir 100 m. Tak berapa lama kami tiba di aliran sungai yang airnya jernih sekali. Ini adalah sungai terakhir yang airnya bisa langsung diminum. Melihatnya mata terasa segar dan kepingin berendam lama-lama. Sungai inilah yang mengalir ke bawah dan selanjutnya bercabang menjadi Curug Cigamea dan Curug Ngumpet. Rasanya pingin berlama-lama duduk di batu-batunya sambil merendam kaki. Tetapi niat ini harus urungkan karena masih harus meneruskan perjalanan ke Kawah Ratu yang sudah tidak jauh lagi.

Sungai di dekat kawah mati I (Dok. Yani)



Kawah mati I (Dok. Yani)



Sebelum mencapai Kawah Ratu, kita akan melewati dua kawah yaitu kawah mati I dan kawah mati II. Entah mengapa disebut mati, mungkin karena sudah tidak aktif lagi. Bau belerang terasa menyengat ketika tiba di kawah mati I. Ada sungai kecil yang warnanya agak keputihan karena pengaruh belerang. Suasana di sini begitu berbeda dengan jalur sebelumnya. Terasa sunyi, mencekam dan tentu saja mistis. Banyak sisa ranting-ranting kering dan pohon-pohon mati di sana, tetapi masih banyak pula pohon yang masih hidup sekitarnya.

Danau mati (Dok. Yani)



Hutan mati (Dok. Yani)



Papan peringatan di kawah mati II (Dok. Yani)



Setelah melewati kawah mati I, kami harus melewati jalan menanjak agak terjal yang dipenuhi akar-akar pohon. Setelah itu di sisi kanan terlihat sebuah danau, yang disebut danau mati. Pemandangan layaknya hutan mati dihiasi aliran belerang berwarna kuning dan batu-batu besar terpampang di depan mata. Banyak pula ornamen cantik di atas tanah dan ukiran kayu yang yang terbentuk secara alami. Ada keindahan yang eksotis sekaligus suasana yang galau mencekam di situ. Coba saja lihat foto-fotonya. Sungguh hebat memang ciptaan Allah SWT. Tapi jangan berlama-lama di sini. Tak jauh dari tempat ini ada papan peringatan yang sudah rusak dengan tulisannya yang hampir pudar. Mungkin beginilah kira-kira bunyinya : “ Dilarang berjongkok lebih dari 3 menit. Gas beracun dari kawah (CO, CO2, H2S, H2SO4), mengendap, terkonsentrasi di permukaan tanah. Status kawah = aktif normal”. Entah peringatan itu masih berlaku atau tidak, yang jelas kami buru-buru meninggalkan tempat ini menuju Kawah Ratu.

Kami harus menuruni jalan setapak yang tanahnya berwarna agak putih. Di kanan kiri masih terdapat banyak tumbuhan seperti paku-pakuan dan lumut, serta tumbuhan tinggi lainnya. Hanya berjalan beberapa menit kami sudah bisa melihat kepulan asap berwarna putih. Inilah rupanya yang disebut Kawah Ratu. Tidak seperti Kawah Ijen maupun Kawah Tangkuban Perahu yang membentuk kaldera luas ataupun cekungan di puncak gunung. Kawah Ratu memang tidak terlalu luas, bentuknya mungkin menyerupai bukit-bukit kapur yang berasap di banyak titik. Di tengah-tengah ada semacam cekungan yang membentuk kolam kecil berisi cairan dan mengeluarkan asap yang bertiup sesuai dengan arah angin.

Mungkin karena saat ini sedang banyak hujan, asap jadi bermunculan dimana-mana akibat tekanan dari bawah dan menimbulkan suara keras bergemuruh. Karena itulah pendakian ke kawah ratu biasanya ditutup pada saat musim penghujan. Disarankan untuk tidak melewati titik aman kawah karena gas CO2 yang keluar meskipun tidak berbau tetapi sangat mematikan. Jadi berada di sekitar sini pun tidak boleh lebih dari 20 menit.

Menurut si pemandu, di Kawah Ratu terdapat sumber mata air yang nantinya akan turun ke bawah sebagai curug seribu, tetapi tidak bisa diminum langsung. Letak agak jauh dari tempat kami berdiri, sehingga saya tidak bisa melihatnya langsung. Curg seribu sendiri merupakan curug terbesar di Gunung Salak dan letaknya paling tinggi di antara yang lain.

Di sana kami juga bertemu rombongan pendaki lain. Mereka rupanya ingin menyeberang ke jalur Cidahu melewati pinggiran kawah. Agak seram juga karena arah asap terkadang berpindah-pindah dan bisa saja muncul di tanah yang kita pijak. Pemandangan Kawah Ratu memang terkesan gersang, dengan aura mistis dan misterius. Walaupun begitu masih banyak pula tumbuhan pioner seperti lumut yang hijau bak karpet yang mampu tumbuh di bebatuan sekitarnya.

Kami berlima di kawah ratu (Dok. Yani)



Sekitar jam 11-an, kami kembali turun meninggalkan Kawah Ratu. Saat perjalanan pulang kami beristirahat sejenak di dekat sumber air yang dapat diminum langsung sambil membersihkan kaki. Cuaca agak sedikit panas waktu itu. Rasa seger banget minum air langsung dari sumbernya. Tidak berasa, tidak berwarna dan tidak berbau, pokoknya bersih banget deh. Setelah puas makan dan minum, kami melanjutkan jalan ke bawah. Rasanya perjalanan pulang hanya kami tempuh kurang dari 2 jam. Sampai-sampai orang di di pos penjagaan mengira kami trekking sambil lari.

Akhirnya acara ke Kawah Ratu hari itu kami tutup dengan mengunjungi Curug Ngumpet II. Curug yang sumber mata airnya sempat saya pakai minum dan mencuci kaki ketika di atas tadi.



Keunikan



Hampir satu minggu yang lalu kita dikejutkan dengan jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di kawasan Gunung Salak, Bogor. 

Berbagai kemungkinan yang diduga menjadi faktor utama jatuhnya pesawat buatan Rusia tersebut masih belum bisa dipastikan. Kesalahan pada sistem navigasi atau kondisi cuaca yang buruk menjadi penyebab yang banyak dibicarakan. Selain itu dugaan adanya gangguan sinyal telepon seluler (ponsel) yang digunakan penumpang juga masih belum bisa dibuktikan kebenarannya.

Terlepas dari kejadian jatuhnya pesawat Sukhoi Rabu, 9 Mei 2012 lslu, kondisi kawasan Gunung Salak memang dikenal sebagai daerah yang sering berkabut. “Daerah sekitar Gunung Salak dan Halimun memang cenderung berkabut,” ungkap Adi Wibowo Dosen Geografi Universitas Indonesia. Kawasan hutan tropis di sekitar kedua gunung tersebut merupakan wilayah Taman Nasional Gunung Halimun yang merupakan kawasan hutan tropis terluas di Pulau Jawa.

Menurut sejarahnya Halimun diambil dari bahasa Sunda yang artinya kabut. Maka tidak heran jika kemudian kawasan ini sering kali diselimuti kabut tebal. Kondisi wilayah sekitar Gunung Salak dan Halimun memang tergolong unik. Di daerah tersebut terdapat potensi geothermal terbesar di Pulau Jawa. Selain itu, Gunung Salak juga memiliki beberapa puncak yang diantaranya merupakan puncak palsu. “Ketika mendaki gunung lain, dari manapun arahnya kita pasti bisa mencapai puncak utama, tapi hal seperti itu tidak terjadi di Gunung Salak,” tambah Adi yang pernah mendaki gunung tersebut.

Bagi para pendaki yang tidak hafal betul jalur pendakian menuju puncak Gunung Salak, ada kemungkinan mereka menggunakan jalur yang salah dan sampai pada salah satu puncak palsunya. Jika hal demikian terjadi, maka jalan satu-satunya menuju puncak adalah kembali turun dan mencari jalur utama menuju puncak. Kondisi puncak Gunung Salak ini juga menjadi salah satu kesulitan yang harus dihadapi pilot saat melakukan penerbangan di kawasan tersebut. Apalagi jika cuaca tidak mendukung, dan kabut membuat jarak pandang semakin terbatas.

Namun, diungkapkan Adi bahwa kejadian tersebut seharusnya tidak terjadi pada kecelakaan Sukhoi kemarin. Mengingat pesawat tersebut sudah dilengkapi oleh sistem navigasi yang memadai. Sehingga seharusnya ada radar yang bisa ditangkap oleh pesawat ketika terdapat tebing dalam jarak dekat didepannya. “Tapi bisa saja jenis batuan di kawasan Gunung Salak ini juga memang berpengaruh pada sistem navigasi pesawat, meskipun ini baru sebatas wacana,” tutur Adi yang sudah sempat berdiskusi dengan Rahmatullah (Pakar Penginderaan Jauh UI). 

Adi menyampaikan pihaknya memang sempat menemukan keanehan di sekitar kawasan Gunung Salak ketika beberapa kali melakukan pendakian dan penelitian disana. Dia menuturkan,“Rekan saya dari FKM (Fakultas Kesehatan Masyarakat) juga pernah mengalami kesulitan dalam penggunaan GPS disana”. Menurutnya data yang terbaca pada GPS di kawasan Gunung Salak sering kali berubah-ubah sehingga sulit ditentukan. Hal ini diduga karena sifat batuan daerah Gunung Salak yang tergolong unik. “Ada kemungkinan jenis batuan mempengaruhi gelombang elektromagnetik yang bekerja,” tambah Adi. 

Namun hingga kini pihaknya belum bisa memastikan hal tersebut karena belum adanya penelitian lebih lanjut yang dilakukan. “Jika ada sponsor mungkin kita bisa melakukan penelitian tersebut, tapi hingga saat ini baru sebatas rencana,” ujar Adi menutup penjelasannya mengenai kondisi Gunung Salak.



Tips Mengatasi Serangan Binatang Pacet

Ketika anda berkegiatan di ruang terbuka seperti masuk ke dalam hutan dan mendaki gunung, pasti akan sering menemukan binatang pacet. Memang tidak semua gunung terdapat binatang pacetnya namun di sebagian gunung lainnya malah kehadiran binatang satu ini menjadi momok menakutkan tersendiri yang terkadang mengganggu kegiatan pendakian.


Habitat pacet biasanya sering ditemukan pada lingkungan hutan hujan tropis, dimana dalam kondisi lingkungan yang lembab. Kehadirannya sering ditemui pada ujung-ujung daun, batang pohon, jalur pendakian, rumput ataupun pada tempat lainnya yang notabene masih memiliki kelembaban.

Sebagian besar pacet merupakan binatang parasit yang menghisap darah dari mangsa yang menjadi sumber makanannya. Ketika pacet sudah menempel pada tubuh mangsanya, maka pacet akan mulai menghisap darah dengan menggunakan alat penghisap di kedua ujung tubuhnya.

Hasil gigitan pacet ini sebenarnya tidak berbahaya karena efeknya hanya berupa gatal. Namun jika gatal ini terus digaruk maka besar kemungkinan akan terjadi infeksi pada kulit yang terluka. Untuk itulah perlu sebuah penanganan yang tepat agar bisa meminimalisir resiko dari serangan binatang satu ini.

Berikut beberapa tips yang bisa diterapkan untuk meminimalisir gangguan binatang pacet :

Jangan mendaki saat musim penghujan.

Musim hujan merupakan puncaknya binatang ini muncul. Dapat dipastikan anda akan menemukan di setiap medan jalur yang dilalui. Sebaiknya mendakilah saat musim kemarau. Selain cuaca bisa lebih bagus, kehadiran pacet juga dapat lebih di minimalisir.

Oleskan air Tembakau

Air tembakau juga bermanfaat untuk meminimalisir serangan binatang pacet. Cara membuatnya pun cukup sederhana, anda hanya perlu mencampurkan tembakau ke dalam wadah yang berisi air, lalu kocok dan diamkan hingga beberapa jam agar kandungan zat yang terdapat pada tembakau dapat larut dalam air. Kemudian oleskan air tembakau tersebut pada bagian tubuh yang rentan terhadap serangan pacet, seperti pada bagian kaki ataupun lengan.

Menutup bagian tubuh yang rentan terhadap serangan pacet.

Pacet akan lebih mudah menyerang pada bagian tubuh yang terbuka. Biasanya pacet akan menempel pada bagian kaki, lengan ataupun bagian tubuh lain yang mudah dicapainya. Untuk itu tutuplah bagian tubuh tersebut seperti dengan menggunakan topi rimba, slayer, baju lengan panjang dan juga sarung tangan. Pada bagian kaki gunakanlah sepatu dengan kaos kaki panjang, pakailah pula celana panjang dengan bagian ujung celana dimasukkan ke dalam kaos kaki. Terakhir gunakanlah gaiter sebagai pertahanan terluarnya.

Selalu cek keadaan tubuh setiap beberapa waktu.

Tidak ada salahnya anda berhenti sejenak untuk mengecek kondisi tubuh. Ini cukup berguna bagi anda yang merasa sedikit paranoid terhadap binatang pacet. Jangan mengecek kondisi tubuh sambil berjalan karena menjadikan anda tidak fokus pada jalur pendakian sehingga lebih beresiko terjadi kecelakaan.

Oleskan minyak komando

Minyak komando adalah sebuah istilah nama karena sering digunakan oleh pasukan komando saat menjelajah hutan. Minyak ini banyak manfaatnya karena selain dapat digunakan untuk menggoreng juga dapat digunakan untuk meminimalisir dari serangan binatang pacet. Cara membuatnya pun cukup sederhana, yaitu potong tipis beberapa siung bawang merah, kemudian masukkan dalam botol yang berisi minyak kelapa atau minyak goreng. Tunggu sampai sekitar 15 menit sampai getah bawang bercampur dengan minyak. Semakin lama waktu penyimpanannya maka semakin bagus khasiatnya. Setelah jadi maka tinggal oleskan saja minyak tersebut pada bagian tubuh yang diinginkan. Ketika menggunakan minyak ini, setidaknya anda harus tahan dengan baunya yang menyengat.

Lotion anti nyamuk

Banyak produk lotion anti nyamuk yang beredar di pasaran sehingga tidaklah sulit untuk mencarinya. Oleskan lotion pada permukaan kulit karena lotion selain berfungsi menghalau serangan nyamuk juga berfungsi untuk meminimalisir serangan pacet.



Sebisa apapun kita berusaha menghindari pacet, tetap saja bukan jaminan untuk terhindar 100 % dari gigitannya. Jika kita menemukan pacet yang tengah menghisap darah di tubuh, sebaiknya jangan langsung dicabut dengan tangan kosong karena lebih beresiko terjadi pendarahan akibat alat penghisapnya yang bisa saja tertinggal di kulit. Lalu apa yang bisa kita lakukan ? Berikut beberapa tips yang bisa diterapkan jika terkena gigitan pacet :

Gunakan api atau puntung rokok

Pacet tidak akan tahan dengan suhu panas dari api dan puntung rokok. Dengan menempelkan api dan puntung rokok pada tubuh pacet maka akan membuat pacet menggeliat dan melepaskan gigitannya sendiri.

Oleskan dengan sesuatu yang memiliki rasa dan bau yang menyengat

Pacet tidak tahan dengan rasa dan bau yang menyengat. Beberapa diantaranya adalah dengan menggunakan air garam, balsem, minyak kayu putih, minyak tanah, air tembakau ataupun minyak komando. Cukup oleskan saja pada tubuh pacet dan di sekitar area gigitanya, dijamin pacet akan melepaskan sendiri gigitannya karena tidak tahan dengan aroma tajam yang ada.

Beri betadine

Terakhir berilah betadine atau obat antiseptic sejenis pada luka yang terbuka. Hal ini cukup berguna untuk mencegah terjadinya infeksi pada luka.

Kelurahan Gunung




Foto: Kantor Lurah Gunung
Alamat Jalan Bujana Dalam No.7 -Telp 7245537 Kelurahan Gunung
Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (kode pos 12120) 

Gunung adalah kelurahan di kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jakarta, Indonesia. Kelurahan ini memiliki kode pos 12120 dengan kode wilayah 31.71.060.007. Kelurahan ini memiliki penduduk sebesar ... jiwa dan luas ... km2.

Kelurahan ini berbatasan dengan Kelurahan Gelora di sebelah utara, Kelurahan Grogol Selatan di sebelah barat, Kelurahan Selong di sebelah timur dan Kelurahan Kramat Pela di sebelah selatan.

Kelurahan ini juga memiliki fasilitas Pendidikan yang cukup lengkap, disini terdapat Sekolah Dasar yang cukup terkenal di daerah Jakarta Selatan, Seperti SD Negeri Gunung dan 3 buah Sekolah Menengah Pertama yang letaknya bersebelahan, yaitu SMP Negeri 19 Jakarta, SMP Negeri 11 Jakarta dan SMP Negeri 29 Jakarta.


Sekilas Tentang Kelurahan Gunung

Luas Wilayah 1.32 Km2, terdiri dari 2,625 Keluarga (KK), 68 RT, 8 RW.
Kantor berada 50 meter dari Jalan Pakubuwono 6. Melewati jalan beton belok meliuk letter S sampailah dikantor ini terletak disisi kanan jalan. Berlatar belakang Apartemen Simprug Teras.

Ruas jalan di Kelurahan Gunung:
Jalan Sisingamangaraja, Jalan Hang Lekir ,I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, XII; Jalan Pakubuwono VI, Jalan Hang Lekiu ,I, II, III, IV, V; Jalan Hang Jebat ,I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX; Jalan Hang Tuah ,I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X; Jalan Kyai Maja, Jalan Lauser , I; Jalan Dempo , I, II, III, IV, V, VI; Jalan Tebah , I, II, III, IV, V; Jalan Kerinci ,I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, XII; Jalan Martimbang ,I, II, III, IV, V, VI; Jalan Sinabung ,I, II, III, IV, V; Jalan Ophir , I, II, III, IV; Jalan Bujana, Jalan Bujana Dalam, Jalan Kebayoran Baru

Batas wilayah dan jalan di Kelurahan Gunung:
Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Selong
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Kramat Pela
Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Grogol Selatan Kecamatan Kebayoran Lama
Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Kawasan Senayan

Objek-objek di Kelurahan Gunung:
The Pakubuwono Residences (Cottonwood Tower, Basswood Tower, Sandalwood Tower, Ironwood Tower, Eaglewood Tower); SLTP 19, SLTP 29, Kantor Camat Kebayoran Baru, Pasar Mayestik, Rumah Sakit Pusat Pertamina, Apartemen Martimbang, SMK 30, Velbak