.

Jumat, 02 Oktober 2015

Wafat di Makkah, Sebuah Anugerah Allah Swt



Setiap musim haji rampung, selalu ada laporan bahwa sekitar 300-400-an jamaah Indonesia tidak pulang ke-Indonesia. Rata-rata, mereka tinggal di Saudi Arabia (Makkah) selama-lamanya. Ma’la (tempat penguruburan) menjadi peristirahatan tamu-tamu Allah Swt. Memang, ada sebuah penjelasan lengkap seputar ke-istimewaan meninggal di Makkah dan dikuburkan di Ma’la (Makkah) dan Baqi (Madinah). Kedua tempat ini sangat istimewa, karena memang ada sebuah teks khusus dari Nabi Muhammad Saw.

Meninggal di Makkah, bagi jamaah haji merupakan sebuah anugerah yang luar biasa. Sedangkan bagi yang ditinggalkan, merupakan ujian. Abdul Adzim Irsad, di dalam sebuah bukunya:’’Makkah: Sejarah dan Ke-Ajaiban Kota Suci’, secara khusus menceritakan keutamaan tanah tanah Ma’la. Beradasarkan sebuah hadis Nabi Saw yang artinya:’’Sebaik-baik kuburan adalah ini (Ma’la).” (HR al-Bazzar). Dalam hadits lain, Nabi Saw menerangkan bagaimana balasan orang yang beriman ketika meninggal di Makkah, kemudian dimakamkan di Ma’la’.

Ibnu Abbas mengatakan, “Sebaik-baik pemakaman adalah tempat ini.” Bahkan, siapapun yang meninggal dunia di Makkah, entah orang tersebut sedang menunaikan Umrah atau Haji, maka ia tidak akan dihisab serta tidak akan disiksa., Ia kelak juga akan dibangkitkan dengan aman dan sentosa. Kendati demikian, Imam Ibnu Jauzi mengkatagorikan hadits tersebut pada derajat ‘’Al Mauduat”. Sedangkan Imam al-Suyuti tidak sependapat dengan Ibnu al-Jauzi, sebab Imam Baihaqi juga meriwayatkan di dalam Fadoil Makkah dari Anas dengan derajat Marfu.’

Ma’la merupakan tempat penguburan jenazah orang-orang Makkah dan jama’ah haji atau umrah yang meninggal di Makkah sejak zaman Nabi Saw sampai saat ini. Diriwayatkan juga dari Ibnu Mas’ud bahwasanya Allah akan membangkitkan penghuni Ma’la sebagai penghuni surga. Wajah-wajah mereka layaknya bulan purnama. Tentunya ini janji bagi mereka yang beriman dan senantiasa menjalankan segala perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Karena, tidak mungkin orang jahiliyyah kuno yang dimakamkan di Ma’la, bisa masuk surga dengan wajah berseri-seri. Begitu juga dengan orang jahiliyah modern.

Kendati meninggal di Makkah itu merupakan kehendak dan ketentuan Allah Swt yang tidak mungkin terelakkan lagi. Tetapi, bukan berarti kemudian membiarkan jumlah jamaah haji yang wafat di Makkah semakin tahun banyak di Makkah dan Madinah. Salah satu dari penyebat banyaknya jamaah haji yang meninggal dunia dunia disebabkan karena rasti (resiko tinggi). Oleh karena itu, Depag dan Departemen kehatan harus meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap jamaah haji Indonesia.

Oleh karena itu, pemerintah harus dengan segera memberikan prioritas terhadap jamaah haji yang berseiko tinggi. Sebagian yang beresiko tinggi ialah, mereka yang usianya sudah 60-an ke atas. Mereka sebenarnya sudah berniat haji sejak dini, tetapi karena antrian begitu panjang. Mereka juga tidak kuasa mengajukan lebih awal, karena sistemnya menggunakan antrean otomatis. Jadi, jika usianya sudah 55 tahun, jika mendaftarkan diri pada tahun 2012, maka dia akan berangkat pada usia 65 tahun. Kondisi usia 65 tahun sudah sangat sepuh, sehingga menjadi risti (resiko tinggi). Yanga menyebabgkan berangkat 2012, karena pemerintah Depag yang memberlakukan cara anteran demikian. Jadi, pemerintah harus menambah pelayanan kesehatan, sehingga rest-resti jamaah haji karena usia bisa di atas dengan baik dan segera.

Selain itu, menurut Arsyad, juga akan dicoba agar setiap jamaah haji risti ada pendampingnya yang berasal dari keluarganya. Ini agar mereka tidak terlantar dan ada yang mengurusnya secara lebih serius selama di Tanah Suci. ‘’Pemikiran seperti ini muncul setelah melakukan evaluasi terhadap keberaan jamaah haji risti tersebut,’

Lagi pula, haji merupakan kewajiban setiap umat islam. Bagi masyarakat Indonesia yang hasrat hajiya sangat tinggi, tidak mungkin risti dilarang naik haji. Mereka sebenarnya sudah berniat haji sejak muda. Tetapi, karena mereka tidak bisa mengumpulkan uang secara langsung, dan ternyata uang baru terkumpul pada usia senja. Dan ‘’Pada usia 60 tahun ongkos naik haji itu baru bisa mereka kumpulkan,”. Jadi, tidak mungkin membatasi mereka berangkat haji ke kota suci Makkah, kecuali melakukan terobosan baru dengan menambah pelayanan kesehatan terhadap jamaah haji.