Pertenggahan bulan Oktober 2013
kami bertemu dengan temen lama ikhwan salafy yang dahulu pernah menjadi
tetangga di Jl hang jebat 3, namun sekarang sudah menikah dan tinggal di kota
hujan, bogor. Tak ujarnya sebuah bertemanan kami ingin mengobrol lama maka
setelah sholat isya berjamaah di masjid alfajar kami bersama berlama-lama di
warung pecel ayam tidak jauh dari masjid. Cerita ini itu masa lalu sampai
selama tidak ketemu dan tiba dengan satu pertanyaan yang membuatku terdiam:
Akhi jadi kapan mau nikah???
Saya dengan putus asa dengan
suara yang merendah lagi lirih memaparkan kepada beliau, ustadz memang siapa
yang mau dengan saya, saya ini hanya lulusan D3 dan bekerja menjadi staf biasa
bukan saudagar apalagi juragan, apalagi kalau di adu dengan masalah agama? Ana
minder, Hafalan Quran pas-pasan amalan sunah apalagi.
Setelah mendengar keluh kesahku
maka teman saya ini perlahan membangunkan singga yang tertidur dan memberi
hujah dengan mengawali tentang kemuliaan seorang laki-laki yang menjaga
pandanganya terhadap wanita yang tidak halal, serta keindahan bersabar dalam
takdir dan mengharap ridho Alloh SWT. Diapun membawa amanah kurang lebih
sebulan yang lalu bertemu dengan salah seorang di daerah Jakarta timur dia ingin
kalau anaknya segera menikah. Dan dia merasa nak Okta lah yang cocok…
Saya langsung tertarik dan
menanyakan apa dia sekufu dengan saya (maksudnya tidak ada perbedaan yang
terlalu jauh dalam berbagai hal)?
Diapun memaparkan insaAlloh ia,
dia sebulan lagi wisuda sarjana dari Universitas UHAMKA, wajahnya lumayan dan
insaAlloh dia sefikroh dengan antum, pernah aktif di tarbiyah untuk yang
lain-lain ngga usah difikirkan jangan sampai keragu-raguan menyelimuti niat
antum untuk menyempurnakan separuh agama.
Baik, beri waktu saya untuk
istiqoroh dalam sebulan kedepan..
Tepat sebulan lebih 3 hari diapun
memberi kabar kalau ibu dan bapaknya sudah menunggu nak Okta dan teman saya pun
sudah memaparkan asal usul dan kondisi saya selama berteman sepanjang yang dia
tau, silahkan datang ahad pagi bila berkenan.
Penuh semanggat kami pun datang
dengan teman saya dan janjian ketemu di stasiun tanjung barat, dengan
mengunakan sepeda motor warna merah kami melaju penuh optimis bak tim U-19
Indonesia saat menjamu Malaysia di stadion Jaka baring Solo beberapa waktu
lalu.
Setelah masuk ke nama jalan yang
di maksud kita tiba di sebuah rumah yang begitu besar untuk ukuran Jakarta, dan
2 mobil keluaran terbaru yang diparkir di garasi samping rumah membuat saya pun
ciut nyali. Melihat kedatangan kami berdua maka bapak yg empunya rumah
mempersilahkan masuk dan mengawalinya dengan obrolan basa-basi yang membuat
muka saya tidak terlalu memerah karena gugub.
Sang bapak pun menanyakan perihal
ini itu seperti obrolan santai, biasa saja seperti orang yang baru kenalan
sangat ramah dan diapun menceritakan tentang perjuanganya dahulu mulai dari
penjual susu, menjadi pegawai di bandara sampai usahanya menjual kabel untuk
kontruksi. Diapun sekarang memiliki beberapa yayasan ada Riadus Shalihin, Tahfidz
Al Utsmani dan yayasan yatim piatu juga TK sampai PAUD dia dominasi. Ceritanya
yang diutarakan membuatku semakin ciut aja serasa mau pulang, namun Bapak
tersebut selalu menepis kesenjangan tentang hidup di dunia ini, harta memang
penting tapi ada yang dilupakan sebagian orang yaitu keimanan dan
kesolehan. Dia juga memperkenalkan kalau
anak pertamanya sama juga di dunia kesehatan namun dia seorang dokter yang
sedang merintis jasa konsultan dan anak keduanya memiliki usaha bimbingan
belajar yang tidak jauh dengan nak Okta tinggal.
Saya jadi menyalahkan diri
sendiri kenapa saya tidak meminta biodata terlebih dahulu, kalau begini kan
ngga sebanding gumamku. Tiba giliran sang anak ke-3 keluar membawakan air minum
dan beberapa hidangan di nampan, diapun mengucapkan salam kepadaku, hanya
sepersekian detik kemudian orang tuanya berujar: kalian sudah tau bapak ini
umurnya sudah mendapat bonus (lebih dari 63 tahun) dan saya mengindap penyakit
Parkinson, saya haya berdoa semoga kalian disatukan. insaAlloh namun saya
kembalikan semua ini kepada kalian.
Tiba diujung pamit sayapun
mengakhiri: biarkan kami beristikharah memohon ilmu dan takdir Alloh jika baik
untuk agama dan kehidupan kami semoga di mudahkan, nanti akan kita kabari
beberapa hari. Dan biarkan juga akhwatnya melakukan hal yang sama apapun yang
terjadi kita sama sama ikhlas dan ridho.
Dalam beberapa hari kami pun istikharah
dan peristiwa kemarin ternyata menjadi pertemuen terakhir diantara kami.