Fenomena maraknya ajaran-ajaran sesat membuat umat Islam resah. Mulai dari yang mengaku sebagai Imam Mahdi, hingga pelecehan terhadap agama, Tuhan dan Nabi ala kelompok yang menyebut dirinya sebagai Jaringan Islam Liberal (JIL).
Sejarah akan terus berulang. Fenomena ini akan terus muncul, sepanjang iblis masih mempunyai kekuatan untuk merusak akidah umat. Tinggal sekarang, kerja keras kita membentengi akidah umat, dan bersikap tegas terhadap ajaran-ajaran menyimpang tersebut.
Adalah Ali Mustafa Yaqub, pakar hadits yang juga anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, termasuk sosok yang gerah terhadap fenomena ini. Di beberapa kesempatan, alumnus Fakultas Pasca Sarjana Universitas King Saud Riyadh Saudi Arabia ini mengeluarkan pernyataan tegas soal keberadaan JIL dan aliran-aliran sempalan lainnya. Dalam sebuah forum di Kongres Umat Islam Indonesia IV beberapa waktu lalu, Ali bahkan menyatakan dirinya siap untuk melakukan mubahalah (perang sumpah yang diajarkan Islam, red) terhadap orang-orang yang berbuat kurang ajar terhadap ajaran Islam.
Pria yang pernah nyantri di Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur ini juga menyayangkan banyaknya intelektual yang mengaku Muslim, tapi terbawa alur liberalisme pemikiran. Ujung-ujungnya, menggugat aturan-aturan syariat. Murid dari ulama terkenal asal Saudi, Prof M Azami, itu saat ini mempunyai kesibukan membina Pesantren Tinggi Daarus Sunnah. Sebuah lembaga pendidikan setingkat sarjana, yang ia dirikan sejak tahun 1997 lalu. Pesantren ini memberikan pendidikan secara gratis, dan banyak diminati oleh anak-anak muda dari berbagai daerah. Selain membina pesantren tersebut, Ali juga aktif sebagai guru besar di Institut Ilmu Qur’an (IIQ), Ciputat.
Di tengah kesibukannya, kiai sederhana ini meluangkan waktu wawancara dengan wartawan SABILI Eman Mulyatman dan Artawijaya serta fotografer Arief Kamaluddin, di kediamannya di Ciputat, Banten, Sabtu (11/6) lalu.
Berikut petikannya:
Aliran sesat kembali bermunculan?
Karena di ekspos, kelihatan besar. Dari dulu sebenarnya ada, tapi nggak kelihatan. Dan bisa jadi, yang tidak terpublikasikan jauh lebih banyak. Masalah aliran sesat itu di zaman Nabi sudah ada. Ini sepanjang masa akan terus ada. Selama iblis masih ada, maka akan terus ada. Bisa jadi ini dari luar Islam, tapi memakai baju Islam.
Termasuk aliran Inkar Sunnah kembali marak, dengan membagi-bagikan selebaran di masjid-masjid?
Saya melihat dibanding dulu, sekarang tidak seberapa. Inkar Sunnah ini akan terus bermunculan. Sebelum saya pulang dari Saudi itu, dulu banyak sekali. Jangankan yang kayak begitu, yang liberal saja sudah berani menempelkan selebaran di masjid-masjid dengan mengatakan bahwa surga bukan hanya milik orang Islam saja. Itu kan ajaran sesat!
Apakah ada keterangan dari hadits, bahwa suatu saat akan kembali marak aliran sesat ini?
Ada hadits sahih yang mengatakan, Allah tidak akan mencabut ilmu dengan sekali cabutan. Tetapi dengan cara mewafatkan para ulama. Nanti kalau sudah tidak ada orang alim lagi di dunia ini, alim dalam pengertian menjadi panutan, maka orang-orang akan menjadikan pemimpin mereka itu dari kalangan orang bodoh, yang mereka berfatwa tanpa ilmu. Kemudian mereka sesat dan menyesatkan. Jadi kalau dilihat dari hadits ini, timbulnya paham sesat dan menyesatkan karena ketiadaan ilmu. Ketiadaan ilmu itu antara lain karena semakin langkanya ulama. Ulama dalam pengertian yang sering disebut waratsatul anbiya’ (Pewaris Nabi, red).
Di Indonesia, setelah reformasi segala jenis aliran tumbuh subur?
Barangkali itu benar, ini dampak dari kebebasan. Sekarang kita dengar ada orang yang ingin mengamandemen al-Qur’an, ini kan bahaya. Kesempatan ini memang muncul bersamaan dengan iklim kebebasan dan reformasi. Sekarang tukang becak bisa jadi bupati. Preman bisa jadi Walikota. Di belakang reformasi itu muncul gerakan-gerakan perilaku manusia yang tidak mengenal batas-batas lagi. Jadi reformasi seolah membuka segala-galanya. Termasuk ada orang yang merasa bebas memaki-maki al-Qur’an, memaki Nabi, melecehkan Allah SWT, sekarang bebas bukan main. Maka Indonesia sekarang adalah surga para pemaki-maki. Indonesia juga negara terbebas soal pornografi setelah Rusia. Padahal, jamaah hajinya paling banyak, Muslimnya banyak. Kita memang prihatin. Tapi fenomena ini ada hikmahnya. Ini cara Allah dalam menyeleksi umat. Sekarang jadi kelihatan, mana ulama yang gombal dan mana yang benar-benar ulama pewaris Nabi. Mana Gus yang benar dan yang tidak.
Menurut Anda apa motif di balik maraknya kembali ajaran sesat ini?
Motifnya antara lain, orang Yahudi itu punya program, yang putusan-putusan ini sudah ada di Protocol of Zion. Di antaranya berisi, agar program Yahudi berjalan lancar, maka orang Islam harus terus dibuat berkelahi antarsesamanya. Kedua, mereka juga membuat kita sibuk mengurusi hal-hal seperti olahraga, entertainment dan lain-lain. Ini mereka buat agar umat Islam, tidak memperhatikan program-program Yahudi, tapi sibuk dengan skenario yang mereka buat. Ini akan terus ada. Tidak akan pernah selesai. Saya tidak melihat kasus seperti Yusman Roy itu tidak berdiri sendiri, semua itu ada jaringannya.
Terasa ada kemacetan regenerasi atau kegagalan dakwah?
Menurut saya faktor pendidikan. Mengapa terjadi demikian, karena pendidikan kita lemah. Qur’an yang kita pakai, sama dengan Qur’an yang dipakai para sahabat. Tapi mengapa generasi sahabat disebut oleh Rasulullah sebagai khairul Qurun (Sebaik-baik generasi, red). Sementara kita terpuruk seperti ini. Pada masa Nabi, seperti dituturkan para sahabat, orang-orang di antara mereka kalau belajar sepuluh ayat Qur’an, mereka tidak akan pindah dulu ke ayat berikutnya, sampai mereka paham isi dan maknanya, dan mengamalkan kandungannya. Jadi paham dengan mengamalkan itu terintegrasi. Kalau pendidikan kita sekarang, targetnya yang penting: jadi. Tidak memikirkan integrasi ilmu dan amal. Antara kecerdasan intelektual dengan kecerdasan moral tidak berimbang. Yang penting jadi sarjana, masa bodoh shalatnya jamaah atau nggak, itu bukan urusan. Mau baik atau nggak, yang penting dapat sarjana, punya titel, selesai. Ini yang namanya formalitas. Nah, diajarkan yang formal-formal itu, maka timbul generasi formalis. Dia pintar tapi maling. Lahirlah intelektual maling. Ini hasil pendidikan kita.
Ada kritik terhadap perguruan tinggi Islam yang disebut sebagai sarang liberal. Komentar Anda?
Saya memang pernah mengajar di IAIN Jakarta, empat sampai lima tahun. Karena sibuk mengelola pesantren, saya mengundurkan diri. Memang kesalahan dalam pola pendidikan ini juga berperan. Pendidik terkadang kurang juga mengontrol. Habis mengajar, ya tidak diperhatikan lagi. Yang mau shalat, ya shalat, yang pacaran ya dibiarkan pacaran. Ini tidak ada kontrol. Seperti itu, saya katakan tidak ada integrasi antara ilmu dan amal. Maka muncul liberalisme. Ini amat disayangkan. Sebenarnya liberalisme tidak hanya di IAIN, di luar juga banyak. Hanya saja mungkin, sebagai simbol keilmuan Islam, maka pengaruhnya besar sekali. Kalau seorang liberal memegang gelar profesor doktor, itu orang awam terkadang sulit untuk tidak percaya. Kalau yang mengucapkan profesor doktor, maka orang awam akan bilang, wah yang ngomong titelnya banyak. Ini jadi pengaruh juga. Padahal liberalisme itu kan juga pemikiran sesat. Kriteria sesat itu kan kalau sudah tidak taat pada Allah dan Rasul-Nya, ya dia sesat.
Faktor apa yang menyebabkan tumbuh suburnya liberalisme di kalangan mahasiswa Islam?
Muslim itu kan orang yang menyerahkan totalitas dirinya pada Allah SWT. Gejala liberalisme itu ada, karena tidak ada ketaatan. Dalam Islam tidak ada istilah liberalisme. Islam itu ketaatan pada Allah dan Rasul. Kalau nggak taat, maka dia iblis. Makanya tidak ada pemikiran Islam liberal, yang ada pemikiran iblis liberal. Kalau mereka mengatakan ingin kebebasan berpikir, Islam itu kan diturunkan dengan memberikan batasan-batasan. Makanya dalam Islam ada hukum Islam yang membatasi. Korupsi dilarang, zina dilarang dan sebagainya. Pikiran juga begitu, kita tidak boleh memikirkan zat Allah. Hukum itu memerintah kita untuk taat. Di sini kita diuji, apakah kita loyal atau tidak. Jadi saya katakan, pemikiran liberal itu bagian dari ketidaktaatan. Ini karena kedangkalan ilmu mereka.
Apakah Islam liberal ini bagian dari skenario musuh-musuh Islam?
Kita lihat gencarnya propaganda mereka, sehingga bisa memuat iklan besar satu halaman surat kabar. Kalau Islam beneran, itu dananya dari mana? Orang Islam itu di mana-mana dananya kembang-kempis. Mereka (kalangan liberal, red) kan mampu membuat majalah, yang majalahnya itu bisa dibagikan gratis. Ini dananya dari mana? Di sini kita perlu curiga.
Dalam beberapa kesempatan Anda pernah mengatakan, kita mubahalah saja dengan kelompok Islam Liberal ini?
Ya, ajaran Islam dibegitukan, kita tidak bisa diam! Nabi pernah mengajak orang untuk ber-mubahalah. Kalau kita sudah mengatakan dia sudah keluar dari Islam, ya mau apa lagi. Kalau mereka sudah tidak mengakui Qur’an dan hadits, apakah masih pantas disebut orang Islam? Contohnya soal nikah beda agama. Saya dalam waktu dekat akan menerbitkan buku tentang nikah beda agama dalam perspektif Qur’an dan hadits. Mereka (kalangan liberal, red) mengatakan tidak ada ayat Qur’an yang mengatakan seorang Muslimah haram menikah dengan Yahudi atau Nasrani. Mereka juga bilang tidak ada haditsnya. Padahal ayat dan haditsnya ada, terus maunya apa kalian itu! Apa nggak mau dengar Qur’an dan hadits! (nada suara Kiai Ali meninggi, red). Al-Qur’an dalam surah mumtahanah jelas sekali, laa hunna hillun lahum, wa laa hum ya hillunna lahunna, wanita Muslimat tidak halal menikah dengan orang kafir, dan orang kafir tidak halal menikah dengan Muslimat. Ini jelas sekali. Tapi mereka bilang, itu nggak ada. Apa mereka nggak tahu. Kalau tidak tahu, ya kita kasih tahu agar mereka mencabut pendapatnya. Diberitahu ngeyel, ya pakai cara apa lagi? Kalau tidak bisa dibilangin, kita boleh mubahalah dengan mereka. Mubahalah itu perang sumpah. Kita siap melakukan (mubahalah) dengan yang sesat-sesat itu.
Cara ber-mubahalah?
Mubahalah itu, kita bertemu dan saling bersumpah dengan mengatakan, kalau pendapat yang saya sampaikan ini salah, maka Allah akan segera turunkan laknat pada saya. Misalnya kawin beda agama tadi. Saya mengatakan bahwa wanita Muslimat haram dinikah oleh lelaki non Muslim. Kalau pendapat saya salah, ya Allah turunkan laknat pada saya sekarang, dengan bersumpah Wallahi! Demi Allah! Mereka orang liberal juga harus bersumpah dengan mengatakan, “saya berpendapat wanita Muslimat boleh menikah dengan orang kafir, maka kalau pendapat saya salah, saya siap dilaknat atau diazab”. Itu disaksikan dengan orang banyak. Ini yang disebut perang sumpah atau mubahalah yang diajarkan Islam. Langkah ini diambil kalau mereka sudah tidak bisa dikasih tahu lagi.
Sekarang juga banyak beredar buku-buku sesat yang sangat melecehkan ajaran Islam?
Ya, saya sudah baca itu buku “Lubang Hitam Agama”. Itu kan mengobok-obok al-Qur’an. Kita ikut menyesal, orang yang disebut “ulama”, ikut memberi kata pengantar. Ini memprihatinkan. Insya Allah MUI akan meneliti dan mengajukan kepada Kejaksaan Agung untuk menindak.
Bagaimana umat menyikapi ini?
Umat harus mengikuti ulama yang benar-benar ulama. Yang mempunyai kriteria lima tadi dan konsisten terhadap Islam. Sekarang memang ada kecenderungan penilaian bahwa kalangan intelektual itu sudah banyak yang liberal. Karena itu, dalam satu kesempatan ceramah saya mencoba mematahkan itu. Saya katakan, semua agama itu batil, kecuali Islam. Ada yang kaget, wah kok profesor bicara begitu. Waktu itu saya memang disebut profesor. Jadi sekarang umat jangan melihat ulama dari simbolnya saja. Jangan lihat mentang-mentang sorbannya gede. Sekarang yang pemburu hantu di TV saja pakai sorban gede! (tertawa). Sekarang tugas kita adalah melakukan pembentengan diri, keluarga, dan lingkungan. Quu anfusakum wa ahliikum naara, bentengi diri dan keluarga kita dari api neraka.
MUI dinilai kurang tegas terhadap fenomena munculnya ajaran dan aliran sesat?
Kita tegas. Ahmadiyah misalnya, itu ajaran yang sesat dan menyesatkan yang sudah keluar dari Islam. Itu kan ada fatwa MUI-nya, tegas. Saya nggak tahu kalau MUI yang dulu. Saya diminta MUI membuat buku yang mengkonteri Islam liberal. Buku itu sudah saya serahkan, tapi belum diterbitkan. Saya tidak tahu kenapa.
MUI diharapkan menjadi terminal terakhir umat untuk bertanya dan meminta pengarahan?
Ya, di MUI kan ada dari berbagai unsur ormas. Kita memang berusaha menjadi payung untuk itu. Kita ingin masyarakat bisa bertanya persoalan agama ke MUI. Sekarang memang realitanya, masyarakat lebih mementingkan fatwa dari golongannya. Misalnya, MUI mengharamkan bunga bank, di luar itu pada protes. Termasuk dari pentolan-pentolan organisasi Islam Padahal yang mengeluarkan fatwa itu dari berbagai unsur ormas yang ada di MUI.
www.sabili.co.id
Tags: islamic thought
Prev: Memburu Aliran SesatNext: Buka Usaha Bersama Menurut Syariah Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar