WAFAT ABU THALIB, PENGARUHNYA BAGI NABI MUHAMMAD SAW DAN DAKWAHNYA
Dalam kajian sirah sebelumnya kita ketahui bahwa Abdul Mutthalib memilih Abu Thalib melindungi Nabi Muhammad saw. Abdul Muththalib adalah orang yang bijak dan pandai menilai ketika memilih Abu Thalib, diserahkan kepadanya urusan Nabi Muhammad saw., dia yakin bahwa ia telah menyerahkan kepada orang yang berhati besar dan pribadi yang amanah.
Abu Thalib membuktikan dirinya bahwa dia adalah orang yang layak diduga baik (husnuzhzhan), ia puaskan Muhammad saw dengan cinta dan kasih sayang, ia melindunginya sejak kecil sehingga dewasa, bahkan ketika menjadi tokoh
Ketika Allah memilih Muhammad sebagai rasul pembawa ajaran agama-Nya, dimusuhi oleh para musuh dari keluarga dan kaumnya, Abu Thalib tidak membiarkannya, ia melindunginya dari jangkauan para musuhnya.
Semua ini karena fanatisme taqlid yang mereka warisi, dan fanatisme keluarga.
FANATISME TRADISI
Bangsa Arab sangat fanatis terhadap tradisi yang mereka warisi. Mereka melihatnya sebagai kemuliaan yang tidak bisa dilupakan. Karena sangat fanatiknya sehinga mereka menganggap tradisi itu sebagai agama, yang mereka merasa bahwa menganutnya sebagai perintah Allah.
وإذا فعلوا فاحشة قالوا وجدنا عليها آباءنا والله أمرنا بها
“Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji , mereka berkata: "Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya.” (Al-A’raf: 28)
وإذا قيل لهم اتبعوا ما أنزل الله قالوا بل نتبع ما وجدنا عليه آباءنا أولو كان الشيطان يدعوهم إلى عذاب السعير
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah". mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)? (Luqman: 21)
Fakta ini mengungkapkan kepada kita tentang sikap keras yang diambil penduduk Mekah melawan dakwah Islam, melawan nabi Muhammad dan kaum muslimin. Karena fanatisme tradisi menjadi faktor penggerak permusuhan ini.
Sebagaimana fanatisme ini telah menghalangi beberapa kerabat Nabi untuk masuk Islam, karena panggilan fanatik tradisi, pada saat mereka membela Nabi Muhammad, mendampingi dan melindunginya karena memenuhi seruan fanatik keluarga.
Di antara yang terdepan dalam hal ini adalah Abu Thalib –paman Nabi- yang masih tidak mampu melawan fanatisme tradisinya meskipun menyaksikan kebenaran Nabi Muhammad saw., meski ia mengaguminya, demikian juga kekaguman Bani Hasyim, dan kebanggaan mereka karena munculnya Nabi dari salah seorang keluarganya.
Abu Thalib adalah pemimpin keluarga bani Hasyim, meskipun ia tidak mengikuti dakwah Nabi Muhammad saw, tetapi ia mensportnya dan mendampinginya, sehingga Nabi leluasa menyampaikan dakwahnya, dan menyatakan sikapnya dari berhala yang tidak berguna dan tidak berbahaya.
FANATISME KELUARGA DAN KERABAT
komponen keluarga, atau yang disebut dengan Al Fakhidzu (paha) atau Al bathnu (perut) yang menghimpun mereka dalam kekerabatan yang saling melindungi dan membela serta memberi pertolongan dalam berbagai momentum.
Mereka secara individu maupun kelompok dituntut untuk membela citra seseorang, kehormatan dan kemaslahatan bersamanya, meskipun mereka berbeda-beda aqidah dan kecenderungannya. Hal ini menurut mereka lebih kuat dari keimanan.
Fanatisme ini tampak jelas dalam di awal tampilnya Islam, dan berpengaruh besar dalam beberapa peristiwa yang terjadi di masa hidup Nabi Muhammad saw. Bani Hasyim berdiri membela Nabi di Mekah melawan beberapa orang Quraisy, karena fanatik keluarga, meskipun mereka masih mempertahankan agama nenek moyangnya. Sampai pada saat kaum Quraisy mengisolasi mereka di Syi’b, selama tiga tahun.
Ada yang meriwayatkan bahwa Abu Lahab –paman Nabi- ketika Abu Thalib sudahwafat, pernah menemui Rasulullah saw dan menyampaikan kepadanya:
يَا مُحَمَّد امْضِ لِمَا أَرَدْتَ وَمَا كُنْتَ صَانِعاً إِذَا كَانَ أبُوْ طَالِبٍ حَيّاً فَاصْنَعْهُ، لاَ وَاللاَّتِ لاَ يُوْصلُ إِلَيْكَ حَتَّى أمُوْتَ لَكِنَّهُ مَا لَبِثَ إِلاَّ قَلِيْلاً حَتَّى رَجَعَ عَنِ النُصْرَةِ وَعَادَتْ إِلَيْهِ عَصَبِيَّةُ التَّقَالِيْدِ فَغَلَبَتْهُ
“Wahai Muhammad, teruskan apa yang kamu inginkan dan yang kamu kerjakan semasa Abu Thalib masih hidup lakukan. Demi Laata tidak boleh ada yang dapat menjangkaumu sehingga aku mati.
Akan tetapi tidak lama lagi ia cabut sikapnya ini dan kembali kepada fanatisme tradisi.
WAFAT ABU THALIB
Diriwayatkan bahwa ketika Abu Thalib menderita sakit, dan kaum Quraisy mendengarnya, mereka berkata satu sama lain: Sesungguhnya Hamzah dan Umar sudah masuk Islam. Perihal Muhamaad sudah menyebar di kabilah-kabilah Quraisy, maka marilah kita temui Abu Thalib agar menyerahkan keponakannnya kepada kita, dan kita berikan apa yang diminta.
Ibnu Abbas mengatakan: Kemudian mereka berjalan ke rumah Abu Thalib, para bangsawan Quraisy itu menyampaikan kepadanya, dengan mengatakan:
“Wahai Abu Thalib, sesungguhnya engkau seperti yang kamu ketahui, dan sekarang kamu menghadapi keadaan yang kau lihat ini, dan kamu sudah mengetahui yang terjadi antara kami dan keponakanmu, maka panggilah dia, ambillah apa yang kamu suka dari kami, dan kami ambil dia, agar dia berhenti dari kami dan kami berhenti darinya, membiarkan agama kami dan kami biarkan agamanya.
Abu Thalib kemudian memanggil Nabi Muhammad, dan menyampaikan:
Wahai anak saudaraku: Mereka ini para pemuka kaummu, mereka berkumpul karena kamu hendak memberikan sesuatu kepadamu dan meminta sesuatu darimu.
Rasulullah saw menjawab: Ya. Satu kata saja yang kalian berikan, kalian akan memiliki Arab, dan selain Arab akan mengikuti agama kalian.
Abu Jahal berkata: Ya, demi ayahmu, bahkan sepuluh kata
Rasulullah saw berkata: Kalian semua ucapkan “La ilaaha illallah” dan kalian tinggalkan sembahan apapun selainnya.
Kemudian mereka menepuk tangan dan mengatakan: Hai Muhammad, apakah kamu ingin menjadikan tuhan yang sebanyak itu menjadi satu tuhan, urusanmu sungguh aneh. Kemudian mereka berkata satu sama lain: Sesungguhnya demi tuhan, orang ini tidak akan memberikan kalian sedikitpun yang kalian inginkan, maka segeralah pergi dan teruskan dengan agama nenek moyang kalian, sehingga Allah yang memutuskan antara kalian dengannya. Kemudian mereka bubar.
Abu Thalib berkata kepada Rasulullah saw : Demi Allah wahai anak saudaraku, aku tidak pernah melihatmu meminta mereka bercerai berai.
Ketika Abu Thalib mengatakannya, maka Rasulullah saw sangat mengharapkannya masuk Islam, sehingga menawarkan kepadanya: Wahai paman, maka ucapkanlah wahai paman, sehingga aku dapat membantumu di hari kiamat. Dan ketika Abu Thalib menyaksikan kegigihan Rasulullah dalam mengajaknya ia berkata: Wahai anak saudaraku, Demi Allah, jika tidak takut caci makian atas dirimu, dan anak cucu ayahmu setelahku, dan orang quraisy menganggapku mengucapkannya karena takut mati, maka aku akan ucapkannya. Kemudian ia tinggalkan dunia dalam keadaan itu.
أثر وفاة أبي طالب
PENGARUH WAFAT ABU THALIB
Ketika Abu Thalib sudah wafat Rasulullah saw mengalami siksaan yang tidak pernah dialami selama Abu Thalib masih hidup. Sampai orang Quraisy yang paling bodoh berani menaburkan tanah di atas kepalanya. Ketika Nabi pulang ke rumahnya masih ada tanah di atas kepalanya. Lalu salah seorang putrinya membersihkannya dari tanah sambil menangis. Rasulullah saw mengatakan kepadanya: Jangan menangis wahai anakku, sesungguhnya Allah akan melindungi ayahmu.
Rasulullah saw mengatakan:
مَا نَالَتْ مِنيِّ قُرَيْش شَيْئاً أكْرَهُهُ حَتَّى مَاتَ أَبُوْ طَالِبٍ ( )
Orang Quraisy tidak dapat menimpakan sesuatu yang aku tidak sukai, sehingga wafat Abu Thalib.
PELAJARAN BERHARGA
1. Amanah mengemban tanggung jawab mendorong Abdul Muththalib untuk berusaha menjaga Rasulullah saw sampai wafatnya. Demikianlah seharusnya amanah dalam mengemban mas’uliyah (tanggung jawab) sepanjang waktu
2. Taqlid buta dan fanatisme menjadi penyebab utama keterbelakangan banyak umat dan bangsa, termasuk dalam masalah-masalah ilimiah murni
3. Islam menolak warisan kebatilan dan mendukung warisan kebaikan
4. Di antara hikmah tidak masuk Islamnya Abu Thalib dan beberapa tokoh Bani Hasyim, mengajarkan kepada para da’i bahwa nilai-nilai, prinsip-prinsip dan hak-hak kemanusiaan tidak bisa diwariskan secara kekeluargaaan, akan tetapi dengan amal yang sungguh-sungguh, dan kompetensi untuk mengemban hak-hak ini.
5. Islam menghapus fanatisme keluarga dan kesukuan, serta menggantikannya dengan fanatisme aqidah dan agama. Rasulullah saw bersabda: “Salman adalah ahlu-bait kami,” dan Allah turunkan Al-Qur’an yang terus dibaca sampai akhir zaman, yang berisi kecaman kepada salah seorang keluarga Nabi: Celaka kedua tangan Abu lahab....
6. Dalam kejahiliyahan buta bangsa Quraisy, masih mengakui ketokohan dan peranannya, seperti yang terjadi dalam masuk Islamnya Umar dan Hamzah
7. Tawar menawar dalam bidang aqidah ditolak di sepanjang ruang dan waktu, dan para da’i harus menyatakan ini dengan terbuka.
8. Bersamaan dengan jahiliyah suku Quraisy dan kekuatannya mereka menolak ucapan La ilaaha illallah, karena mereka mengetahui dengan sempurna hak dan kewajiban kalimat kesaksian itu
9. Seorang da’i tidak boleh bosan dan menyerah dalam mengajak orang yang diharapkan kebaikannya.
10. Argumentasi ahlul batil adalah semu, mereka takut dicela orang dan tidak takut perhitungan Allah, padahal mereka meyakini betul bahwa yang mereka tolak adalah kebenaran
11. Para da’i selalu berada dalam ujian, selama mereka berdakwah di jalan Allah, dan kelemahan salah satu sendi kekuatan tidak boleh membuatnya ragu dengan pertolongan Allah.
---oo0oo---
WAFAT KHADIJAH DAN PENGARUHNYA BAGI NABI DAN DAKWAH
Pada bagian terdahulu telah dibahas tentang pernikahan Nabi dengan Khadijah ra. Pernikahan ini adalah pernikahan membahagiakan. Dalam pernikahan itu, Muhammad menjadi suami yang paling baik dan paling tulus, dan Khadijah menjadi istri yang paling shalihah. Keduanya hidup bersama sehingga Allah swt memualiakan dengan risalah-Nya. Maka Khadijah menjadi pendampingnya, benteng yang melindunginya, menenangkannya ketika takut, membantunya di waktu lemah, menemukan sakinah ketika ada goncangan dan badai.
SEBAGIAN KEMULIAAN KHADIJAH RA
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ra berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda:
خَيْرُ نِسَائِهَا مَرْيَم ابْنَةُ عِمْرَان، وَخَيْرُ نِسَائِهَا خَدِيْجة " ( )
“Sebaik-baik wanita adalah Maryam binti Imran, dan sebaik-baik wanita adalah Khadijah.”
Dalam hadits Aisyah ra berkata:
مَا غِرْتُ عَلَى أَحَدٍ مِنْ نِسَاءِ النَّبِي مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيْجَة، وَمَا رَأيْتُهَا، وَلَكِنْ كَانَ النَّبِي يُكْثِرُ ذِكْرَهَا، وَرُبَّمَا ذَبَحَ الشَّاةَ ثُمَّ يَقْطَعُهَا أَعْضَاءً، ثُمَّ يَبْعَثُهَا فِي صَدَائِقَ خَدِيْجَة، فَرُبَّمَا قُلْتُ لَهُ: كَأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ فِي الدُّنْيَا امْرَأةٌ إِلاَّ خَدِيْجَة؟ فَيَقُوْلُ: إِنَّهَا كَانَتْ وَكَانَتْ ( )، وَكَانَ لِي مِنْهَا وَلَدٌ ( )
Aku tidak pernah cemburu pada isteri ini Muhammad saw seperti aku cemburu pada Khadijah ra, padahal aku tidak pernah bertemunya, akan tetapi Nabi Muhammad saw banyak menyebutnya. Pernah ia memotong kambing, ia potong dikerat-kerat, kemudian ia kerimkan kepada teman-teman Khadijah. Sampai aku katakan padanya: Sepertinya di dunia ini tidak wanita selain Khadijah ra. Lalu Nabi bersabda: Sesungguhnya di itu pernah begini-begini, dan darinyalah aku dikaruniai anak.
JIBRIL MEMBERI SALAM KEPADA KHADIJAH
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra berkata:
أَتَى جِبْرِيْلُ النَّّبِي فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ هَذِهِ خَدِيْجَةُ قَدْ أَتَتْ مَعَهَا إِنَاءٌ فِيْهِ إِدَامٌ أَوْ طَعَامٌ أَوْ شَرَابٌ، فَإِذَا هِيَ أَتَتْكَ فَاقْرَأ عَلَيْهَا السَّلاَمَ مِنْ رَبِّهَا وَمِنِّي، وَبَشِّرْهَا بِبَيْتٍ فِي الْجَنَّةِ مِنْ قَصَبٍ، لاَ صَخْبَ فِيْهِ وَلاَ نَصَب
Jibril menemui Rasulullah saw dan berkata: Wahai Rasulullah inilah Khadijah datang memabawakan tempat berisi lauk, atau makanan, atau minuman. Maka jika ia datang kepadamu, sampaikan kepadanya salam dari Rabbnya dan dariku. Dan berikan kabar gembira kepadanya dengan sebuah rumah di surga terbuat dari mutiara tidak panas dan tidak pula melelahkan.
Maka tidak mengherankan hal ini, karena dialah wanita pertama yang beriman dengan Allah dan Rasul-Nya.
KEMATIAN KHADIJAH
Tidak lama setelah Rasulullah saw keluar dari Syi’b (lembah isolasi), tiga tahun sebelum hijrah Khadijah binti Khuwailid ra, isteri Rasulullah saw. wafat.
Wafatnya tiga hari setelah Abu Thalib wafat pada bulan Ramadhan dalam usia enam puluh lima tahun enam bulan. Rasulullah saw. memakamkannya di Al-Hajun. Nabi Muhammad saw. berduka atas kematiannya. Rasulullah turun di liang lahadnya ketika memakamkan. Rasulullah saw. sangat setia kepadanya, menyayanginya, suka membicarakan keindahan hari-hari bersamanya, berbuat baik dengan sahabat-sahabatnya, menghormati keluarganya, mendapatkan anak-anak darinya, kecuali Ibrahim.
ANAK-ANAK RASULULLAH SAW DARI KHADIJAH
Khadijah ra melahirkan anak Rasulullah saw yaitu:
• Zainab, anak tertua Nabi, di masa jahiliyah pernah menikah dengan Abu Al-Ash bin Ar Rabi’
• Rauqayyah dan Ummu Kultsum, menikah dengan Utsman bin Affan, yang pertama menikah di Mekah sebelum hijrah, dan ikut hijrah ke Habasyah, dan yang kedua menikah di Madinah setelah wafat Ruqayyah
• Fathimah, anak perempuan Nabi yang paling kecil, menikah dengan Ali bin Abi Thalib.
Khadijah juga melahirkan anak-anak lelaki yang wafat ketika masih kecil, yaitu:
• Al Qasim, yang menjadi nama kunyah Nabi (Abul Qasim), wafat sebelum nabi Muhammad diangkat menjadi Nabi
• Abdullah, lahir setelah masa kenabian, dipanggil juga Thahir dan Thayyib
• Dan tidak ada yang hidup setelah wafat Nabi kecuali Fathimah, yang hidup sebentar setalah wafatnya Nabi
PENGARUH WAFATNYA KHADIJAH RA
Ketika Khadijah ra wafat Rasulullah saw. sangat berduka. Kematiannya berdampak besar dalam diri Rasulullah saw. sebagaimana berpengaruh besar pada kaum kafir Quraisy terhadap dakwah Islam. Karena isteri ini adalah pelipur lara di kala duka. Dengan iman dan kelapangan hatinya menjadi labuhan untuk mendapatkan rahah nafsiyah (refresi jiwa) di sisinya di masa hidupnya.
Dengan kematian ini Rasulullah saw kehilangan penguat maknawiyahnya yang terdekat, sehingga tahun wafatnya Khadijah dan Abu Thalib itu disebut dengan ‘Amul Huzni (tahun duka). Semoga Allah merahmati Khadijah dan menempatkannya di tempat yang mulia.
PELAJARAN BERHARGA
1. Isteri shalihah menjadi penolong suami dalam menghadapi tekanan, dan menjadi motifator di kala senang seperti yang diperankan oleh yang mulia Khadijah binti Khuwailid ra.
2. Kesetiaan dan kejujuran dalam mu’amalah zaujiyah (hubungan suami isteri) adalah sifat para da’i dan kaum muslimin pada umumnya, seperti yang Rasulullah sabdakan, “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi keluarganya dan aku adalah yang terbaik di antara kalian bagi keluarga”
3. Islam memuliakan wanita muslimah pada kemuliaan dan derajat tertinggi. Tidak seperti yang dikatakan para musuh-musuh Islam dan sebagian kaum muslimin yang tidak memahami Islam.
4. Para da’i wajib berusaha untuk mencetak para isteri yang mampu memiliki sifat mulia seperti sifat Khadijah ra sehingga dapat menjadi penolong di kala duka, dan motifator di kala suka.
5. Betapapun duka Nabi atas isteri yang setia dan pamannya yang gigih membelanya, Nabi tidak larut dalam duka atau malas dalam dakwah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar