.

Kamis, 08 Maret 2012

Hakikat Dan Tujuan Pernikahan Dalam Islam


buatlah keputusan dengan kata hati...
nikmatilah kehidupan dengan rasa syukur... 
hadapilah persoalan dengan keikhlasan ... 
jadikan kejujuran dan kesabaran sebagai pegangan untuk berpijak... 
lewati hari dengan senyum terindah... 
tak ada yang abadi semua hanyalah ilusi... 
tak ada yang sempurna jadikanlah apa adanya diri kita...

 
H  a  k  i  k  a  t

Akad Nikah di dalam Islam tidaklah seperti akad-akad biasa. Al-Quran mengungkapkan pernikahan ini dengan tiga sebutan. Pernikahan adalah âyat (tanda kekuasaan Allah) sekaligus 'uqdah (simpul ikatan) dan juga mîtsâqun ghalîzh (janji yang berat).

Akad Nikah dalam Islam adalah ayat (tanda-tanda kekuasaan Allah Swt.). Al-Quran banyak berbicara tentang ayat-ayat kekuasaan Allah Swt., dan seringkali kemudian diawali atau diakhiri dengan puji-pujian kepada Allah Swt.. Hal ini mengisyaratkan bahwa Al-Quran mengajarkan kita untuk selalu mensyukuri ayat-ayat Allah itu dengan banyak beribadah dan melantunkan puji-pujian kepada-Nya. Karena semua itu adalah nikmat Allah bagi kita. Di dalam surat Ar-Rûm disebutkan bahwa Nikah adalah salah satu ayat Allah Swt.. Ayat, karena Allah menciptakan mahluk secara berpasang-pasangan. Ayat, karena Allah telah meletakkan kedamaian, cinta dan kasih sayang di antara pasangan suami dan isteri, dan ayat ini tentunya harus disyukuri karena merupakan nikmat yang sangat agung.

Akad dalam adalah bahasa Arab berarti ikatan janji. Di dalam Islam janji adalah sesuatu yang wajib ditepati, sebagaimana perintah Allah Swt. dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 1, "Wahai orang-orang yang beriman penuhilah janji-janjimu." Setiap ikatan janji tentunya akan melahirkan hak-hak dan kewajiban di antara kedua belah pihak yang berjanji. Akad juga berarti mengikat atau menyimpulkan. Maka laki-laki dan perempuan yang melakukan akad nikah berarti keduanya telah mengikat simpul ikatan hidup bersama. Ikatan kebersamaan yang harmoni dan langgeng. Ikatan hubungan yang akan diteruskan kelak di surga Allah Swt..

Jika menepati konsekuensi akad secara umum diwajibkan, maka memenuhi hak dan kewajiban yang terlahir dari akad nikah tentunya lebih diwajibkan lagi. Sebab akad nikah adalah sebuah ikatan perjanjian yang suci dan agung antara suami dan isteri, bukan sekedar janji biasa. Karena ia marupakan ikatan janji yang suci dan mulia, tentunya akad ini akan melahirkan hak dan kewajiban yang suci dan mulia pula. Dan jika hak dan kewajiban tersebut tidak ditepati dan dilaksanakan maka akan berakibat kebalikan dari suci dan agung bagi pelaku akad ini, yaitu kenajisan dan kehinaan.

Di dalam Al-Quran Allah Swt. menyatakan Akad Nikah dengan sebutan mîtsâqun ghalîzh (janji yang berat). Padahal kata mîtsâqun ghalîz ini sendiri di dalam Al-Quran disebutkan hanya tiga kali. Pertama, untuk akad pernikahan (An-Nisâ: 21). Kedua, perjanjian antara para nabi dengan Tuhan mereka, untuk menyampaikan risalah Allah, seperti yang difirmankan Allah dalam surat Al-Ahzâb ayat tujuh. Kemudian dalam ayat kedelapan Allah menjelaskan bahwa janji ini adalah untuk menguji siapa yang sungguh-sungguh dalam menepatinya. Ketiga, janji Bani Israil terhadap Allah Swt. untuk mengemban risalah tauhid di atas dunia. Janji yang karenanya Allah mengangkat gunung untuk ditimpakan di atas kepala Bani Israil sebagai ancaman bagi mereka yang tidak mau menepati janji. Namun mereka kemudian tidak menepati janji, sehingga mendapatkan laknat dari Allah Swt..

Pernyataan bahwa akad nikah adalah mîtsâqun ghalîzh, tentunya mengisyaratkan bahwa hubungan suami isteri yang merupakan hubungan yang berkonsekuensi besar seperti konsekuensi janji para nabi dan bani Israel di atas. Siapa saja yang menepati janji itu, maka dia tergolong orang yang jujur dan benar serta berada dalam jalan yang lurus. Sedangkan siapa yang tidak menepatinya, dalam arti tidak menjalan hak dan kewajiban yang merupakan kosekuensi dari akad tersebut, maka ia pantas mendapatkan laknat Allah Swt..

Bahwa suami memiliki hak terhadap isterinya, dan hak-hak suami adalah kewajiaban bagi isteri, maka isteri harus mengetahui apa saja hak-hak suami terhadapnya. Di antara hak yang paling dibutuhkan oleh suami dari isterinya adalah, sikap menghormati dan mengakui kebaikan suami. Di dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw. menjelaskan bahwa salah satu di antara sebab utama yang menjadikan sebagian besar isi neraka adalah kaum hawa adalah karena mereka tidak pandai berterimakasih dan sering mengingkari kebaikan suaminya. Hak suami yang juga sangat dibutuhkan dari isteri adalah mengemban tanggung jawab sebagai isteri dengan baik seperti, mengatur rumah tangga dengan baik, mengungkapkan perasaan cinta dan saling mempercayai, bertukar pembicaraan, perkataan yang indah, membantu menanggung beban keluarga, menyiapkan makanan, amanah terhadap harta suaminya dsb.

Bahwa isteri sebagai patner hidup suami juga memiliki hak-hak yang menjadi kewajiban bagi suami. Sebagai suami ia harus mengetahui dengan baik hak-hak isterinya. Ia harus memahami untuk apa ia menikah. Ia harus mengetahui kekhususan dan fitrah yang Allah ciptakan bagi perempuan yang banyak berpengaruh terhadap sikap dan tindakannya, sehingga dengan demikian seorang sang suami dapat berlapang dada dan mengerti bagaimana harus bersikap terhadap isterinya, tidak gegabah dalam bertindak. Sebagai suami ia harus mengetahui kriteria suami sukses dan kriteria suami yang gagal. Sebagai suami yang mencintai isteri, ia harus menghormati dan tidak merendahkan isterinya.

Wasiat umum bagi suami dan isteri untuk mewujudkan keharmonisan hubungan di antara mereka. Saling menghormati, ciptakanlah kata-kata indah untuk mengungkapkan cinta, berterimakasih dan pujilah ia, tanyakan kepadanya apa yang ia sukai, kapan harus berlomba dengannya, senyumlah selalu kepadanya, maksimalkan perhatian dan perawatan ketika ia sakit, siapkan untuknya kejutan cinta, engaku adalah pakaian untuknya. Dengan memperhatikan keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan isteri, insya Allah bahtera rumah tangga akan dipenuhi cinta, kasih sayang, berkah dan ridha Allah Swt.. Wallahua'lam



T  u  j  u  a  n

Tujuan pernikahan menurut Islam yang sebenarnya adalah sebagai berikut:

1. Menjauhkan diri dari zina.

Allah Taala telah mentakdirkan bahwa lelaki ada nafsu/keinginan kepada perempuan. Perempuan juga ada nafsu dengan lelaki. Hakikat ini tidak dapat ditolak. Kita tidak dapat lari dari dorongan alamiah itu. Oleh karena itu untuk menyelamatkan keadaan maka tujuan kita menikah agar jangan sampai kita melakukan zina yang terkutuk. Mestilah kita menikah agar ia tersalur secara yang halal yang memang dibenarkan oleh Allah Taala yang Maha Pengasih.

2. Mendapatkan keturunan.

Daripada hubungan suami isteri itu, adalah sebagai sebab pertemuan benih kedua jenis manusia yang akan melahirkan zuriat (keturunan), anak-anak, cucu-cucu yang ingin sangat kita jaga, asuh, didik, diberi iman dan ilmu, agar menjadi hamba-hamba Allah yang berakhlak dan bertaqwa. Yang akan menyambung perjuangan Islam kita agar perjuangan Islam kita bersambung selepas kita mati. Memang setiap umat Islam yang belum rusak jiwanya sangat menginginkan generasi penerusnya.

3. Mendapatkan tenaga untuk kemajuan Islam.

Dari keturunan yang kita dapatkan dari pernikahan, kita inginkan anak yang akan kita didik menjadi seorang Islam yang sejati dan anak itu adalah merupakan aset kepada kita. Anak itu sendiri pula boleh menjadi harta dan tenaga kepada Islam.

4. Aset simpanan di akhirat.

Dengan pernikahan itu, jika tujuan kita mendapat anak berhasil, dan berhasil pula dididik dengan Islam dan menjadi seorang muslim yang berguna, kemudian dia akan melahirkan cucu yang juga berjaya dididik secara Islam dengan sebaik-baiknya, berapa banyak pahala yang kita dapat sambung-menyambung. Itu adalah merupakan aset simpanan kita di Akhirat kelak

Sabda Rasulullah SAW:

Maksudnya: Apabila meninggalnya anak Adam maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara yaitu doa anak yang soleh, sedekah jariah dan ilmu yang bermanfaat. (Riwayat Muslim)

5. Mewujudkan suatu masyarakat Islam.

Alangkah indahnya kalau Islam yang maha indah itu dapat menjadi budaya hidup sebagaimana yang pernah mengisi ruangan dunia ini di masa yang silam, selama tiga abad dari sejak Rasulullah SAW. Sekarang keadaan itu tinggal nostalgia saja. Yang tinggal pada hari ini hanya akidah dan ibadah. Itu pun tidak semua umat Islam mengerjakannya. Kita sangat ingin keindahan Islam itu dapat diwujudkan. Di dalam suasana keluarga pun jadilah, karena hari ini, hendak buat lebih dari itu memang amat sulit sekali. Lantaran itulah pernikahan itu amat perlu sekali karena hendak melahirkan masyarakat Islam kecil. Moga-moga dari situ akan muncul masyarakat Islam yang lebih besar.

6. Menghibur hati Rasulullah SAW.

Seorang muslim bukan saja diperintah untuk mencari keredhaan Allah Taala tetapi diperintah juga untuk menghibur hati kekasih Allah Taala yaitu Rasulullah SAW, yang mana Rasulullah SAW sangat berbangga dengan ramainya pengikut atau umatnya di Akhirat kelak. Maka sebab itulah Rasulullah SAW menyuruh umatnya menikah.

Maksudnya: Bernikahlah kamu supaya kamu berketurunan dan supaya kamu menjadi banyak, karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan umatku yang ramai di hari Kiamat. (Riwayat Al Baihaqi)
Setiap umat Islam hendaknya apa yang menjadi kesukaan Rasul-Nya itulah juga kesukaan mereka.

7. Menambah jumlah umat Islam.

Kalaulah Rasulullah SAW berbangga dan bergembira dengan banyaknya umat, maka kita sepatutnya juga berbangga dengan ramainya umat Islam di dunia ini. Maka untuk memperbanyakkannya, lantaran itulah kita menikah. Jadi kita menikah itu ada bermotifkan untuk menambah jumlah umat Islam. Ada cita-cita Islam sejagat. Kita menikah itu ada cita-cita besar, bukan sekadar sebatas hendak melepaskan nafsu seks seperti cita-cita kebanyakan manusia.

8. Menyambung zuriat/keturunan.

Menikah itu jangan sampai putus zuriat karena kita berbangga dapat menyambung zuriat yang menerima Islam sebagai agamanya dan dengan keturunan itulah orang kenal siapa asal-usul kita atau mereka.

9. Menghibur hamba Allah.

Tujuan-tujuan lain sebagai maksud tambahan daripada pernikahan bahwa setiap lelaki dan perempuan yang menjadi pasangan suami isteri hendaklah meniatkan satu sama lain hendak memberi hiburan kepada seorang hamba Allah Ta'ala yang inginkan hiburan, karena niat menghiburkan orang mukmin itu mendapat pahala.

Demikianlah beberapa tujuan pernikahan yang ada hubungan dengan kemajuan Islam. Nampak bahwa pernikahan itu bukan sekedar untuk memenuhi keperluan nafsu antara laki-laki dan perempuan, namun ada banyak tujuan-tujuan lain yang menghasilkan kemuliaan dalam Islam. Jika sudah memahami tujuan-tujuan tersebut, maka akan lebih mudah dalam memilih orang yang akan dijadikan pasangan hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar