.

Sabtu, 02 November 2013

Cara Meraih Cinta dari Allah


Salah satu mahluk Tuhan yang paling indah bentuknya adalah manusia. Tak ada makhluk lain yang dapat menandingi keelokan tubuhnya. Disamping tubuhnya yang indah, manusia juga dikarunia akal dan nafsu Sementara, mahluk yang lain tidak demikian. Melalui akal dan nafsu manusia akan mulia di sisi-Nya dan akan terpuruk jua jika tidak bisa mengendalikannya.

Dibalik kesempurnaannya, manusia tidak akan pernah luput dari salah dan dosa. Siapa saja itu dan di manapun ia berada. Karena sejatinya, manusia lebih cenderung melakukan hal-hal yang dapat mengantarkannya ke sana. Jangankan manusia biasa, Nabi saja yang dikenal sebagai makhluk paling sempurna dan satu-satunya orang yang dima’shum, pernah mendapat teguran dari Allah ketika melakukan kesalahan. Yaitu ketika terjadi perbedaan pendapat antara Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar tentang tahanan yang berhasil ditangkap oleh kaum muslimin. Menurut Umar tahanan-tahanan itu dihabisi saja. Akan tetapi, Abu bakar berpendapat berbeda, menurutnya, tahanan-tahanan itu agar ditebus saja oleh pihak lawan. Dari dua pendapat sahabat ini ternyata Nabi lebih cenderung terhadap pendapatnya Abu bakar. Namun, keputusan ini tidak selaras dengan yang dikehendaki oleh Allah. Allah menghendaki pendapatnya Umar, seketika itu juga turunlah ayat 67 surat al-Anfal.

Keterangan di atas mengilustrasikan bahwa tak seorang pun yang bisa terhindar dari salah dan dosa. Sesosok Nabi pun pernah berbuat salah, lebih-lebih kita yang setiap saat jauh dari lindungan-Nya tentu akan lebih banyak lagi kesalahan yang diperbuat.

Berkenaan dengan hal di atas Allah berfirman dalam surat al-Kahfi, ayat 110 yang artinya “katakanlah wahai Muhammad: sesungguhnya aku manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepada ku”. Ayat ini menyinggung bahwa Nabi juga manusia biasa sama seperti manusia pada biasanya. Yang membedakan hanya Nabi mendapat wahyu dan yang lain tidak. Kaitannya dengan penafsiran ayat ini, dalam kitab Faid al-Qodr li Zaidi al- Munawi, juz 7 hal 229 dijelaskan bahwa Nabi berkata“ketika aku (Muhammad) memerintahkan kepadamu tentang urusan agama maka ikutilah, karena itu ‘haq’ dan senantiasa benar. Dan jika aku (Muhammad) memerintah kepadamu tentang urusan dunia maka ingatlah bahwa aku manusia biasa yang tidak akan luput dari salah dan lupa, karena manusia adalah tempatnya salah dan lupa”. Lebih detail lagi, apa yang datang dari Nabi tidak semuanya menjadi syari’at (tuntutan untuk dilakukan) bagi umatnya. Ada beberapa hal yang tidak wajib atau sunnah diikuti. Tetapi meski demikian, sebagai umatnya kita harus meyakini bahwa Nabi tidak dibiarkan untuk berbuat salah atau dengan kata lain dima’shum.


Berbuat salah dan dosa memang hal yang lazim bagi setiap manusia. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya penjara di dunia dan neraka di akhirat. Kedua tempat ini disediakan khusus bagi mereka yang selalu berbuat salah dan dosa. Agar salah dan dosa yang pernah dilakukan tidak membekas, yang pada ujungnya akan dimintai pertanggung jawaban kelak oleh Allah, hendaknya bertaubat. Meminta permohonan maaf kepada Allah atas segala khilaf yang pernah dilakukan. Dalam satu pendapat dikatakan bahwa permohonan maaf adalah paling agungnya permohonan dibandingkan permohonan-permohonan yang lain. Itu artinya Allah sangat menghargai taubat hambanya atas segala dosa yang pernah diperbuat. Keterangan ini sesuai dengan firman-Nya surat al-Baqoroh, ayat 222 yang artinya “sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri”. Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan bahwa Allah akan mengampuni dan memulyakan orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri dari kotoran. Dalam tafsir yang lain dikutip bahwa yang dimaksud dengan ‘menyucikan diri’ adalah menyucikan diri dari maksiat dan dosa. Karena dosa menurut yang menafsiri demikian adalah najis ruhaniyah.

Taubat secara bahasa adalah kembalinya seorang hamba kepada Rabbnya, sedangkan menurut syara’ taubat berarti menyesal terhadap apa yang telah dilakukan, tidak mengulanginya kembali pada masa yang akan datang, dan bertekad kuat tidak akan melakukan hal yang serupa. Dengan demikian, ada tiga hal penting agar taubatnya seseorang diterima yaitu; menyesal, tidak akan mengulanginya kembali dan bertekad kuat tidak akan mengulangi hal yang serupa.

Dengan bertaubat seseorang akan kembali ke fitrahnya, suci dan bersih. Maka ketika itu, ia disebut layaknya anak kecil yang baru lahir dari rahim ibu. Semoga kita senantiasa bertaubat kepada Allah. Amin… wallahu a’lam semoga bermanfaat…

Author: Hafid Wahyudi (http://cyberdakwah.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar