.

Minggu, 20 September 2015

Mencari Spirit Hafidz yang Hilang



"Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga di antara manusia, para sahabat bertanya, "Siapakah mereka ya Rasulullah?" Rasul menjawab, "Para ahli Al Qur’an. Merekalah keluarga Allah dan pilihan-pilihan-Nya." (HR. Ahmad)


Kemana semangat menghafal yang dulu sempat membara? Kemana cita-cita menerangi hati dengan ayat-ayat Al Qur’an? Kemana cita-cita mulia (menjadi hafidz) sebelum mengakhiri masa hidup di dunia? Semoga semuanya tidak kemana-mana atau hilang seperti tetesan embun dipagi hari?


Imam Syafi’i hafal Qur’an dalam usia 9 tahun. Hasan Al Bana hafal Al Qur’an dalam usia 12 tahun. Yusuf Al Qardawi hafal Qur’an dalam usia 10 tahun. Raja Faisal dari Arab Saudi, satu-satunya pemimpin Saudi yang berani mengembargo minyak Amerika Serikat dan Nato hafal Al Qur’an di usia 16 tahun. Ismail Haniyeh, Perdana Mentri Palestina juga seorang Hafidz Al Qur’an. Bahkan Anaknya yang bernama Aid berhasil menggenapkan hafalan Al Qur’annya dalam waktu 35 hari. Presiden Mesir Muhammad Mursi, istri dan kelima anaknya juga hafidz dan Hafidzah Al Qur’an. Mereka sebagian dari contoh orang-orang besar yang telah menyempurnakan hidupnya dengan menghafal Al Qur’an. Mereka orang besar yang tahu betul bagaimana menjaga mukjizat terbesar Rasulullah SAW.


Menjadi hafidz adalah cita-cita yang tak mesti dipadamkan. Disuatu pelatihan menghapal Al Quran tahun lalu, pemateri mengatakan, “jika kita tak mampu untuk menghafal Al Qur’an berazzamlah untuk memiliki pasangan hidup Hafidz/Hafidzah Al Qur’an.” Karena seorang yang hafal Al Qur’an bisa memberikan syafaat kepada sepuluh anggota keluarganya. Sebagaimana diriwayatkan Tirmidzi, Ibnu Majah dari Ali bahwa Nabi saw bersabda,


”Barangsiapa yang membaca Al Qur’an, menghafalkannya, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram maka Allah akan memasukkannya ke surga dan dia bisa memberikan syafaat kepada sepuluh anggota keluarganya yang kesemuanya seharusnya masuk neraka.”


Sebuah saran yang menarik. Namun alangkah lebih baik jika kita menginginkan surga tidak hanya tergantung pada syafaat dari pasangan atau anak-anak kita (Untu yang telah menikah). Alangkah lebih baik sedari dini, sebelum masa bertualang di dunia ini berakhir kitapun memiliki kemauan yang kuat untuk mengkhatamkan Al Qur’an. Bukankah kita menginginkan kedudukan yang tinggi di surgaNya sesuai dengan ikhtiar maksimal kita dalam menghafal setiap ayat-ayat Al Qur’an selama hidup di dunia ini.


Dari Abdillah bin Amr bin ’Ash dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Akan dikatakan kepada shahib Al Qur’an, "Bacalah dan naiklah serta tartilkan sebagaimana engkau dulu mentartilkan Al Qur’an di dunia, sesungguhnya kedudukanmu di akhir ayat yang kau baca." (HR. Abu Daud dan Turmudzi)


"Ya Allah, jadikan kami, anak-anak kami, saudara kami, dan keluarga kami sebagai penghafal Al Qur’an. Jadikan sisa usia kami menjadi sarana untuk kami mengambil manfaat dari Al Qur’an saat membacanya, mengurai maknanya, menyimak nadanya dan menghapal setiap ayat-ayatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar