buatlah keputusan dengan kata hati...
nikmatilah kehidupan dengan rasa syukur...
hadapilah persoalan dengan keikhlasan
...
jadikan kejujuran dan kesabaran sebagai pegangan untuk berpijak...
lewati hari dengan senyum terindah...
tak ada yang abadi semua hanyalah ilusi...
Akad Nikah di dalam Islam tidaklah seperti akad-akad biasa. Al-Quran mengungkapkan pernikahan ini dengan tiga sebutan. Pernikahan adalah âyat (tanda kekuasaan Allah) sekaligus 'uqdah (simpul ikatan) dan juga mîtsâqun ghalîzh (janji yang berat).
Akad Nikah
dalam Islam adalah ayat (tanda-tanda kekuasaan Allah Swt.). Al-Quran
banyak berbicara tentang ayat-ayat kekuasaan Allah Swt., dan seringkali
kemudian diawali atau diakhiri dengan puji-pujian kepada Allah Swt.. Hal
ini mengisyaratkan bahwa Al-Quran mengajarkan kita untuk selalu
mensyukuri ayat-ayat Allah itu dengan banyak beribadah dan melantunkan
puji-pujian kepada-Nya. Karena semua itu adalah nikmat Allah bagi kita.
Di dalam surat Ar-Rûm disebutkan bahwa Nikah adalah salah satu ayat
Allah Swt.. Ayat, karena Allah menciptakan mahluk secara
berpasang-pasangan. Ayat, karena Allah telah meletakkan kedamaian, cinta
dan kasih sayang di antara pasangan suami dan isteri, dan ayat ini
tentunya harus disyukuri karena merupakan nikmat yang sangat agung.
Akad
dalam adalah bahasa Arab berarti ikatan janji. Di dalam Islam janji
adalah sesuatu yang wajib ditepati, sebagaimana perintah Allah Swt.
dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 1, "Wahai orang-orang yang beriman
penuhilah janji-janjimu." Setiap ikatan janji tentunya akan melahirkan
hak-hak dan kewajiban di antara kedua belah pihak yang berjanji. Akad
juga berarti mengikat atau menyimpulkan. Maka laki-laki dan perempuan
yang melakukan akad nikah berarti keduanya telah mengikat simpul ikatan
hidup bersama. Ikatan kebersamaan yang harmoni dan langgeng. Ikatan
hubungan yang akan diteruskan kelak di surga Allah Swt..
Jika
menepati konsekuensi akad secara umum diwajibkan, maka memenuhi hak dan
kewajiban yang terlahir dari akad nikah tentunya lebih diwajibkan lagi.
Sebab akad nikah adalah sebuah ikatan perjanjian yang suci dan agung
antara suami dan isteri, bukan sekedar janji biasa. Karena ia marupakan
ikatan janji yang suci dan mulia, tentunya akad ini akan melahirkan hak
dan kewajiban yang suci dan mulia pula. Dan jika hak dan kewajiban
tersebut tidak ditepati dan dilaksanakan maka akan berakibat kebalikan
dari suci dan agung bagi pelaku akad ini, yaitu kenajisan dan kehinaan.
Di
dalam Al-Quran Allah Swt. menyatakan Akad Nikah dengan sebutan mîtsâqun
ghalîzh (janji yang berat). Padahal kata mîtsâqun ghalîz ini sendiri di
dalam Al-Quran disebutkan hanya tiga kali. Pertama, untuk akad
pernikahan (An-Nisâ: 21). Kedua, perjanjian antara para nabi dengan
Tuhan mereka, untuk menyampaikan risalah Allah, seperti yang difirmankan
Allah dalam surat Al-Ahzâb ayat tujuh. Kemudian dalam ayat kedelapan
Allah menjelaskan bahwa janji ini adalah untuk menguji siapa yang
sungguh-sungguh dalam menepatinya. Ketiga, janji Bani Israil terhadap
Allah Swt. untuk mengemban risalah tauhid di atas dunia. Janji yang
karenanya Allah mengangkat gunung untuk ditimpakan di atas kepala Bani
Israil sebagai ancaman bagi mereka yang tidak mau menepati janji. Namun
mereka kemudian tidak menepati janji, sehingga mendapatkan laknat dari
Allah Swt..
Pernyataan bahwa akad nikah adalah
mîtsâqun ghalîzh, tentunya mengisyaratkan bahwa hubungan suami isteri
yang merupakan hubungan yang berkonsekuensi besar seperti konsekuensi
janji para nabi dan bani Israel di atas. Siapa saja yang menepati janji
itu, maka dia tergolong orang yang jujur dan benar serta berada dalam
jalan yang lurus. Sedangkan siapa yang tidak menepatinya, dalam arti
tidak menjalan hak dan kewajiban yang merupakan kosekuensi dari akad
tersebut, maka ia pantas mendapatkan laknat Allah Swt..
Bahwa
suami memiliki hak terhadap isterinya, dan hak-hak suami adalah
kewajiaban bagi isteri, maka isteri harus mengetahui apa saja hak-hak
suami terhadapnya. Di antara hak yang paling dibutuhkan oleh suami dari
isterinya adalah, sikap menghormati dan mengakui kebaikan suami. Di
dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw. menjelaskan bahwa salah satu di
antara sebab utama yang menjadikan sebagian besar isi neraka adalah kaum
hawa adalah karena mereka tidak pandai berterimakasih dan sering
mengingkari kebaikan suaminya. Hak suami yang juga sangat dibutuhkan
dari isteri adalah mengemban tanggung jawab sebagai isteri dengan baik
seperti, mengatur rumah tangga dengan baik, mengungkapkan perasaan cinta
dan saling mempercayai, bertukar pembicaraan, perkataan yang indah,
membantu menanggung beban keluarga, menyiapkan makanan, amanah terhadap
harta suaminya dsb.
Bahwa isteri sebagai patner
hidup suami juga memiliki hak-hak yang menjadi kewajiban bagi suami.
Sebagai suami ia harus mengetahui dengan baik hak-hak isterinya. Ia
harus memahami untuk apa ia menikah. Ia harus mengetahui kekhususan dan
fitrah yang Allah ciptakan bagi perempuan yang banyak berpengaruh
terhadap sikap dan tindakannya, sehingga dengan demikian seorang sang
suami dapat berlapang dada dan mengerti bagaimana harus bersikap
terhadap isterinya, tidak gegabah dalam bertindak. Sebagai suami ia
harus mengetahui kriteria suami sukses dan kriteria suami yang gagal.
Sebagai suami yang mencintai isteri, ia harus menghormati dan tidak
merendahkan isterinya.
Wasiat umum bagi suami
dan isteri untuk mewujudkan keharmonisan hubungan di antara mereka.
Saling menghormati, ciptakanlah kata-kata indah untuk mengungkapkan
cinta, berterimakasih dan pujilah ia, tanyakan kepadanya apa yang ia
sukai, kapan harus berlomba dengannya, senyumlah selalu kepadanya,
maksimalkan perhatian dan perawatan ketika ia sakit, siapkan untuknya
kejutan cinta, engaku adalah pakaian untuknya. Dengan memperhatikan
keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan isteri, insya Allah
bahtera rumah tangga akan dipenuhi cinta, kasih sayang, berkah dan ridha
Allah Swt.. Wallahua'lam
T u j u a n
Tujuan pernikahan menurut Islam yang sebenarnya adalah sebagai berikut:
1. Menjauhkan diri dari zina.
Allah Taala telah mentakdirkan bahwa lelaki ada nafsu/keinginan
kepada perempuan. Perempuan juga ada nafsu dengan lelaki. Hakikat ini
tidak dapat ditolak. Kita tidak dapat lari dari dorongan alamiah itu.
Oleh karena itu untuk menyelamatkan keadaan maka tujuan kita menikah
agar jangan sampai kita melakukan zina yang terkutuk. Mestilah kita
menikah agar ia tersalur secara yang halal yang memang dibenarkan oleh
Allah Taala yang Maha Pengasih.
2. Mendapatkan keturunan.
Daripada hubungan suami isteri itu, adalah sebagai sebab pertemuan
benih kedua jenis manusia yang akan melahirkan zuriat (keturunan),
anak-anak, cucu-cucu yang ingin sangat kita jaga, asuh, didik, diberi
iman dan ilmu, agar menjadi hamba-hamba Allah yang berakhlak dan
bertaqwa. Yang akan menyambung perjuangan Islam kita agar perjuangan
Islam kita bersambung selepas kita mati. Memang setiap umat Islam yang
belum rusak jiwanya sangat menginginkan generasi penerusnya.
3. Mendapatkan tenaga untuk kemajuan Islam.
Dari keturunan yang kita dapatkan dari pernikahan, kita inginkan
anak yang akan kita didik menjadi seorang Islam yang sejati dan anak itu
adalah merupakan aset kepada kita. Anak itu sendiri pula boleh menjadi
harta dan tenaga kepada Islam.
4. Aset simpanan di akhirat.
Dengan pernikahan itu, jika tujuan kita mendapat anak berhasil,
dan berhasil pula dididik dengan Islam dan menjadi seorang muslim yang
berguna, kemudian dia akan melahirkan cucu yang juga berjaya dididik
secara Islam dengan sebaik-baiknya, berapa banyak pahala yang kita dapat
sambung-menyambung. Itu adalah merupakan aset simpanan kita di Akhirat
kelak
Sabda Rasulullah SAW:
Maksudnya: Apabila meninggalnya anak Adam maka terputuslah segala
amalannya kecuali tiga perkara yaitu doa anak yang soleh, sedekah jariah
dan ilmu yang bermanfaat. (Riwayat Muslim)
5. Mewujudkan suatu masyarakat Islam.
Alangkah indahnya kalau Islam yang maha indah itu dapat menjadi
budaya hidup sebagaimana yang pernah mengisi ruangan dunia ini di masa
yang silam, selama tiga abad dari sejak Rasulullah SAW. Sekarang keadaan
itu tinggal nostalgia saja. Yang tinggal pada hari ini hanya akidah dan
ibadah. Itu pun tidak semua umat Islam mengerjakannya. Kita sangat
ingin keindahan Islam itu dapat diwujudkan. Di dalam suasana keluarga
pun jadilah, karena hari ini, hendak buat lebih dari itu memang amat
sulit sekali. Lantaran itulah pernikahan itu amat perlu sekali karena
hendak melahirkan masyarakat Islam kecil. Moga-moga dari situ akan
muncul masyarakat Islam yang lebih besar.
6. Menghibur hati Rasulullah SAW.
Seorang muslim bukan saja diperintah untuk mencari keredhaan Allah
Taala tetapi diperintah juga untuk menghibur hati kekasih Allah Taala
yaitu Rasulullah SAW, yang mana Rasulullah SAW sangat berbangga dengan
ramainya pengikut atau umatnya di Akhirat kelak. Maka sebab itulah
Rasulullah SAW menyuruh umatnya menikah.
Maksudnya: Bernikahlah kamu supaya kamu berketurunan dan supaya kamu
menjadi banyak, karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan umatku
yang ramai di hari Kiamat. (Riwayat Al Baihaqi)
Setiap umat Islam hendaknya apa yang menjadi kesukaan Rasul-Nya itulah juga kesukaan mereka.
7. Menambah jumlah umat Islam.
Kalaulah Rasulullah SAW berbangga dan bergembira dengan banyaknya
umat, maka kita sepatutnya juga berbangga dengan ramainya umat Islam di
dunia ini. Maka untuk memperbanyakkannya, lantaran itulah kita menikah.
Jadi kita menikah itu ada bermotifkan untuk menambah jumlah umat Islam.
Ada cita-cita Islam sejagat. Kita menikah itu ada cita-cita besar, bukan
sekadar sebatas hendak melepaskan nafsu seks seperti cita-cita
kebanyakan manusia.
8. Menyambung zuriat/keturunan.
Menikah itu jangan sampai putus zuriat karena kita berbangga dapat
menyambung zuriat yang menerima Islam sebagai agamanya dan dengan
keturunan itulah orang kenal siapa asal-usul kita atau mereka.
9. Menghibur hamba Allah.
Tujuan-tujuan lain sebagai maksud tambahan daripada pernikahan
bahwa setiap lelaki dan perempuan yang menjadi pasangan suami isteri
hendaklah meniatkan satu sama lain hendak memberi hiburan kepada seorang
hamba Allah Ta'ala yang inginkan hiburan, karena niat menghiburkan
orang mukmin itu mendapat pahala.
Demikianlah
beberapa tujuan pernikahan yang ada hubungan dengan kemajuan Islam.
Nampak bahwa pernikahan itu bukan sekedar untuk memenuhi keperluan nafsu
antara laki-laki dan perempuan, namun ada banyak tujuan-tujuan lain
yang menghasilkan kemuliaan dalam Islam. Jika sudah memahami
tujuan-tujuan tersebut, maka akan lebih mudah dalam memilih orang yang
akan dijadikan pasangan hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar