.

Jumat, 02 Desember 2011

Persiapan Bekal Bagi Aktivis Dakwah

hanya ingin berbagi apa yang saya punya… insy Allah bisa berguna bagi saya pribadi dan anda para pembaca…
Persiapan Bekal Bagi Aktivis Dakwah


Menyeru kepada Allah swt. merupakan kewajiban bagi tiap diri muslim dan muslimat disetiap masa. Dan apa lagi dijaman sekarang ini, ia bahkan menjadi lebih wajib untuk ditunaikan karena umat islam sekarang sedang terjajah dan “ditelanjangi” oleh para musuh-musuh islam yang pastinya berusaha untuk menenggelamkan islam dari muka bumi.
Berdakwah bagi aktifis dakwah adalah suatu kemuliaan yang sangat besar, Allah swt berfirman:
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (QS. Fushilat: 33)
Dan Rasulullah saw bersabda:
“jika Allah swt memberikan hidayah kepada seorang lelaki lantaran anda, itu lebih baik bagimu ketimbang apa yang disinari matahari.” (HR. At Tabrani)
Menyeru kepada agama Allah merupakan keuntungan yang besar bagi setiap insan yang mengerjakannya. Pahala yang besar telah menanti, syahid telah menunggu didepan mata, syurga seakan terbuka dan mempersilahkan masuk, dan Allah pun akan merahmati tiap langkah kita dengan mantab.
Jum’ah Amin Abdul Aziz berkata, “Sesungguhnya dakwah merupakan urusan besar dan agung, karena ia selalu mengawasi manusia, hidup dan matinya, bahagia dan celaka, serta pahala dan siksanya. Yang menjadi masalah, apakah risalah ini telah disampaikan kepada manusia untuk kemudian diterima dan diikuti, sehingga mereka berbahagia di dunia dan di akhirat; atau risalah itu tidak disampaikan, sehingga menjadi alasan bagi manusia dihadapan Rabbnya, dan menjadi penyebab kecelakaannya di dunia. Mereka beralasan bahwa kesesatannya tergantung pada pundak yang diberi amanah untuk menyampaikan risalah, tetapi ia tidak menyampaikannya. Adapun para Rasul Allah, maka sungguh mereka telah menunaikan amanah dan telah menyampaikan risalah, dan mereka terus berjalan menuju Rabbnya dengan tulus ikhlas. Bahkan mereka tidak hanya menyampaikan risalah dengan lisan semata, tetapi juga dengan keteladanan yang tergambar dalam perbuatan dan jihad yang tak kenal henti, siang dan malam. Mereka melakukan itu untuk menghilangkan hambatan dan kendala-kendala, baik berupa syubhat atau berbagai tuduhan yang dilemparkan, atau berbagai penyesatan yang dihiasi, atau berupa kekuatan zalim yang menghalang-halangi manusia dari dakwah dan fitnah orang-orang yang menfitnah mereka. Ini sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah saw penutup para nabi, meskipun beliau seorang penyampai risalah yang terakhir dan risalahnya jufa merupakan risalah terakhir. Beliau merasa tidak cukup dengan menghilangkan hambatan itu dengan lisannya, tetapi juga dengan kekuatan, Allah Swt berfirman,
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah: 193)
“maka kewajiban berat ini akhirnya, dibebankan kepada generasi setelahnya, yaitu orang-orang yang berimanm dari generasi ke generasi yang datang secara estafet. Tidak satu pun  yang terlepas dari kewajiban berat ini. Itulah kewajiban iqamat hujatillah (menegakkan hokum Allah) kepada manusia, dan kewajiban untuk menyelamatkan manusia dari azab akhirat dan kebinasaan di dunia. Kewajiban ini ditunaikan dengan menyampaikan risalah dan melaksanakannya sesuai manhaj yang dibawa oleh Rasulullah.”
Oleh karena itu, untuk mendapatkan keuntungan, kemuliaan, dan ganjaran yang besar  tersebut diperlukannya sebuah persiapan yang matang dan memadai untuk mengarunginya. Tidaklah boleh bermain-main ataupun setengah-setengah. Karena jalan ini begitu panjang, melelahkan, dan tak terkira kesulitan, kepayahan, hambatan yang akan merintanginya. Karena mustahil orang yang akan berpergian tidak membawa bekal yang memadai, jangan sampai mati konyol ditengah jalan.
“Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama!” (QS. An-Nisa: 71)
Secara de facto, banyak dari aktifis dakwah yang kurang memiliki bekal diawalnya harus menahan pil pahit, ia merasa kelelahan, kecapaian, kejenuhan, kebosanan, hingga menepi alias tidak mau melanjutkan perjalanannya lagi. Sungguh ironis melihat realita yang terjadi dilapangan. Mungkin itu sunnatullah. Memang akan ada orang-orang munafik yang tidak mau berperang. Seperti halnya pada saat perang Tabuk, perang yang berlangsung ketika masa yang sedang paceklik, udara panas, jalan ke medan pertempuran yang dilalui jauh, dan matahari yang menyengat dan membakar kulit. Terlihat banyak para sahabat yang tidak ikut berperang dan setibanya Rasul dari perang, mereka sibuk dengan mencari alasan-alasan logis yang bisa diterima oleh akal Rasul, padahal bukankah mereka tahu Tuhannya Rasul tidak bisa “diakali”. Yah.. seperti itulah realitanya, dan pabila kita korelasikan dengan jaman sekarang, para aktifis dakwah pun banyak yang mangkir dari amanahnya. Mereka menggunakan alasan-alasan, “afwan akh, hari hujan!”, afwan akh, ana ketiduran”, “afwan akh, ana lagi pusing karena banyak tugas kuliah dan deadlinennya hari ini”, dan banyak alasan-alasan lainnya, mereka seperti menjadi “ generasi afwan akh”, yang ada hanya afwan akh.. afwan akh… dan afwan akh terus. Jarang sekali keluar dari kerongkongannya kata “siap akh!”, “akan ana kerjakan akh!”. Sangat jarang sekali. Oleh karena itu saudaraku persiapan mutlak untuk kita lakukan dan akan menjadi bekalan kita dalam mengarungi samudera kehidupan dakwah ini, sehingga kita menjadi The Real Da’I atau aktifis dakwah sejati.
Mengarungi samudera kehidupan
Kita ibarat para pengembara
Hidup ini adalah perjuangan
Tiada masa tuk berpangku tangan
(Samudera Kehidupan, Shoutul Harokah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar