.

Selasa, 29 Oktober 2013

Mahalkan Dirimu dari Cinta




Bicara tentang jatuh cinta, pasti semua orang pernah mengalami virus ini. Dramatis dan hangat memang. Saya pun pernah mengalami jatuh cinta. Terkadang sulit untuk berfikir secara sehat ketika sudah terjangkit virus ini. Duduk sendirian terasa berada di keramaian, berada di sekeliling kawan-kawan tetapi terasa seperti di dalam kegelapan. Kita lebih suka mengikuti jiwa dan perasaan dibandingkan akal yang diberikan oleh Allah.

Memahami Cinta Dari Awal

Sangat ditegaskan bahwa sangat perlu mendidik dan memahamkan remaja sejak awal. Bukan untuk menyuruh menikah di masa muda tetapi supaya mereka tidak mengambil definisi cinta, cara-cara bercinta atau kehidupan bercinta dari sumber-sumber yang merusak yang ada di kiri dan kanan sekeliling mereka, ketika mereka berada dalam proses menuju dewasa.

Hari ini dan hari-hari kemarin malam, definisi dan makna cinta, cara-cara bercinta dan kehidupan bercinta diambil baik langsung atau tidak langsung dari sumber-sumber yang justeru merusak hakikat cinta. Dari musik-musik, film-film, drama-drama korea, novel-novel cinta, sinetron dan sebagainya. Membuat secara tidak langsung, apabila disebut dengan cinta atau apabila virus cinta itu menyerang jiwa dan perasaan dia, maka secara otomatis mereka akan merespon virus tersebut dengan cara apa yang mereka tahu dan fahami dari sumber-sumber yang rusak tersebut.

Cinta yang salah seperti inilah yang membuat manusia apabila mereka bercinta, menjadi tidak karuan. Karena mereka menyangka cara untuk menyampaikan rasa cinta kepada orang yang dicintainya haruslah dengan kata-kata asmara mesra, dengan untaian bunga-bunga cantik merona dengan perkataan cinta dan sayang. Cinta haruslah pergi keluar berduaan, berpegang-pegangan tangan, bersentuh. Bahkan ada juga suatu tafsiran bahwa cinta haruslah dibuktikan dengan seks dan mereka mengatakan ini adalah puncaknya cinta.

Maka tidak heran apabila remaja Islam apabila terjangkit virus cinta ini, mereka merasa kebingungan. Ditambah dengan munculnya situs-situs media dan jaringan social pada hari ini. Ada yang meng-update gambar dirinya dengan kekasihnya, berciuman, berpelukan padahal belum menikah. Bahkan lebih dari itu, berani pula mengharap ‘keredhaan’ khalayak ramai atas hubungan yang melanggar syariat ini.

“Doakan ya, semoga hubungan kami langgeng sampai tua.” | “Kami doakan semoga langgeng dengan si fulan” | Sambil memicit-micit jerawat di pipi.

Ada juga yang sedikit lebih islami, walaupun mungkin tidak keluar bersama, tidak bergandengan tangan tetapi banyak yang terjebak dengan SMS, e-mail, chatting, puisi-puisi romantis dan lirik-lirik lagu dan alunan musik serta banyak lagi. Kemudian waktu banyak dihabiskan dengan masalah calon makmum dan calon imam.

Memahalkan Diri

Manusia ingin dihargai, tetapi manusia tidak akan berharga apabila dia tidak memiliki apa-apa.

Maka daripada itu, pada usia yang masih muda seperti ini kita sibukkan diri dengan mencari ‘apa-apa’ tersebut agar kita menjadi manusia yang berharga. Berharga mahal. Dan ‘apa-apa’ tersebut semestinya adalah hal-hal yang baik dan berharga juga. Kalau dipenuhi dengan sampah maka berarti sampahlah kita, busuklah kita.

Jadi, sudah berapa juz al-Qur’an yang sudah kita hafal dan pelajari?

Berapa banyak buku yang sudah kita baca dan pelajari?

Sudah berapa banyak implementasi, praktik dan amalan dari ilmu yang sudah kita pelajari?

Sudah bijakkah kita dalam menghadapi dan menjalani hidup dan pelbagai permasalahannya?

Sudah kita memulai diri kita untuk berusaha membina diri agar mampu menjadi suami dan isteri yang baik kepada pasangan kita nanti?

Daftar pertanyaan-pertanyaan seperti di atas sepatutnya senantiasa berjalan-jalan di otak kita. Menjadikan diri kita mahal dan berharga tinggi. Bukan sibuk dengan “Apakah dia jodohku?” atau “Apakah dia calon suamiku? Apakah dia calon isteriku?”.

Didalam proses perkuliahan kita mempunyai tahapan, begitu juga dalam proses percintaan. Dalam hendak membentuk dan mendirikan rumah tangga. Bukan hanya pertanyaan-pertanyaan “Apakah dia calon suamiku? Apakah dia calon imamku?”. Apakah dengan kita disibukkan dengan pikiran-pikiran pendek seperti itu, kehidupan cinta akan menjadi semakin baik?

Maka daripada itu, saya lebih senang menyibukkan diri untuk menjadi diri yang besar, mengembara melihat dunia, menimba ilmu dan mematangkan diri kita sebelum kita menyibukkan diri dengan laboratorium cinta.

Kalau kita melihat anak-anak, bahkan sejak sekolah dasar sudah mulai sibuk dengan cinta. Sibuk dengan calon imamku, calon makmumku. Ketika berusia mahasiswa yang sepatutnya menimba pengalaman untuk menjadi pemimpin dan membina ummat Islam, mempersiapkan diri untuk menjadi individu yang memberikan manfaat baik kepada masyarakat dan Islam, kita sibuk dengan asmara dan fantasi hiruk pikuk dunia rumah tangga. Sedangkan, persediaan diri menuju rumahtangga saja entah pergi ke mana.

“Saya mencintaimu sayang, semoga cinta kita bisa kekal sampai di syurga.”

Bagaimana bisa kekal di syurga, sedang diri tidak dibina dengan ilmu yang menunjukkan jalan syurga. Kalau diri tidak punya apa-apa persediaan ke syurga?

Duduk dan Bekerjalah

Coba tenangkanlah sejenak diri kita. Lepaskanlah diri kita sejenak dari segala novel, film, drama, sinerton atau musik cinta yang membuat kita sibuk untuk menjadi seperti apa yang disampaikannya, terhipnotis olehnya. Kita lihat kembali kepada diri kita, dan tanyalah apa tujuan untuk berada di muka bumi ini. Lihatlah sebentar kepada rumahtangga. Rumahtangga bukanlah syurga secara mutlak. Rumahtangga hanya akan menjadi syurga, jika kita tergerak untuk mempersiapkan diri. Jika tidak, rumahtangga bisa menjadi alam yang lebih menyiksa daripada neraka buat kita.

Rumahtangga itu memiliki banyak tanggungjawab. Rumahtangga bukan hanya kisah dua orang berkasih sayang menjalin hubungan asrama. Rumahtangga itu adalah asas kekuatan peradaban ummah Islam. Apabila rumahtangga itu bagus, kokoh dan kuat maka akan kuat pula peradaban ummah ini.

“Wahai orang yang beriman, jagalah diri kamu dan ahlul keluarga dari siksa api neraka.” QS. At-Tahrim : 6

Maka mengapa tergesa-gesa dengan perasaan? Hidupkanlah pikiran kita. Bergeraklah dan persiapkan diri. Jangan hanya duduk manis berbicara cinta sampil memicit-micit jerawat di pipi.

Duduklah sebentar, menimba pelbagai pengalaman baru, dari sekeliling kita dan dari orang yang lebih tua dari kita, dari pelbagai kitab karangan ulama-ulama besar dan ceramah-ceramah mengenai persiapan dan dunia rumahtangga.

Bukan masuk lumpur kemudian baru cari tahu cara mencari emasnya. Yang benar tentunya, mempersiapkan segala peralatan, mencari tahu cara mencari emasnya kemudian baru masuk lumpur tersebut.

Kita ada proyek lebih besar daripada sekedar cinta.

Jangan Mudah Jatuh Cinta

Kita sepatutnya jadi manusia yang berharga. Tetapi kita perlu ingat bahwa hanya manusia yang tangguh sajalah yang mampu berjaya. Tidak akan bisa syurga dicapai hanya dengan tidur, berkhayal tentang cinta sambil memicit-micit jerawat di muka.

Kita perlu mengingat bahwa selepas berumahtangga, akan masih banyak kerja-kerja yang justeru akan lebih berat. Bukan menikah, kemudian mati dan masuk syurga. Bukan saudara.

Cinta itu mungkin, tetapi maut itu pasti menjemput kita.

Allah tidak akan bertanya apakah kita berhasil menikahi orang yang kita cintai atau tidak. Tidak akan. Tetapi Allah akan bertanya kepada kita bahwa sudah engkau manfaatkan untuk apa umur dan usia yang telah Aku berikan?


Fatchul Wachid
Istanbul, 31 Juli 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar