.

Sabtu, 28 September 2013

Berpahala Haji Tanpa Pergi Haji




Haji sebagai rukun Islam ke-5, pasti tidak diragukan lagi soal kedudukan, kepentingan dan tentu saja pahala yang dijanjikan bagi yang melaksanakannya.
Secara umum, pahala haji yang dijanjikan Allah melalui lisan Rasulullah saw ada dua:
Pengampunan semua dosa, dan
Surga
Pahala tersebut di atas, belum termasuk pahala tawaf, shalat di Masjid al-Haram, I’tikaf dan masih ada beberapa amalan lain yang bisa dilakukan selama berapada di Makkah, belum lagi jika ditambah dengan ziarah di Madinah.
Ketika anugrah itu begitu besar, namun mereka yang mendapatkan kesempatan melaksanakan ibadah ini tidak lebih dari 10 %, maka bagaimana dengan nasib ummat Islam yang 90 % nya lagi, yang belum berkesempatan pergi haji, padahal mereka mau dan berharap.
Sadar dengan perbedaan ini, Islam sebagai agama yang sempurna, sudah menyediakan alternatif amalan yang berpahalakan haji, meski tidak mendapat gelar Bu Hajah, atau Pak Haji.
Beberapa hadis di bawah ini nanti, akan memberikan gambaran yang jelas sekali amalan yang berpahalakan haji dan umrah.




Pahala Haji Mabrur


Berikut beberapa riwayat yang menyebutkan dengan jelas pahala haji:

1. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ :

مَنْ حَجَّ لِلَّهِ، فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ، رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ .

متفق عليه[1]

Barangsiapa berhaji karena Allah, kemudian tidak melakukan rafats (berkata jorok) dan tidak berbuat fasik (hal-hal yang dilarang), maka dia pulang (ke kampungnya) seperti bayi yang baru dilahirkan (tanpa beban dosa).


2. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم :

مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

رواه الترمذي[2]

Barangsiapa berhaji, kemudian tidak melakukan rafats (berkata jorok) dan tidak berbuat fasik (hal-hal yang dilarang), maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.



3. عَنْ ابْنِ شِمَاسَةَ الْمَهْرِيِّ قَالَ حَضَرْنَا عَمْرَو بْنَ الْعَاص رضي الله عنه وَهُوَ فِي سِيَاقَةِ الْمَوْتِ، فَبَكَى طَوِيلًا وَحَوَّلَ وَجْهَهُ إِلَى الْجِدَار،ِ فَجَعَلَ ابْنُهُ يَقُولُ: يَا أَبَتَاهُ، أَمَا بَشَّرَكَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِكَذَا؟ أَمَا بَشَّرَكَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِكَذَا؟ قَالَ: فَأَقْبَلَ بِوَجْهِهِ فَقَالَ: إِنَّ أَفْضَلَ مَا نُعِدُّ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، إِنِّي كُنْتُ عَلَى أَطْبَاقٍ ثَلَاثٍ: لَقَدْ رَأَيْتُنِي وَمَا أَحَدٌ أَشَدَّ بُغْضًا لِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنِّي، وَلَا أَحَبَّ إِلَيَّ أَنْ أَكُونَ قَدْ اسْتَمْكَنْتُ مِنْهُ فَقَتَلْتُهُ، فَلَوْ مُتُّ عَلَى تِلْكَ الْحَالِ لَكُنْتُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ. فَلَمَّا جَعَلَ اللَّهُ الْإِسْلَامَ فِي قَلْبِي أَتَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَقُلْتُ: ابْسُطْ يَمِينَكَ فَلْأُبَايِعْكَ. فَبَسَطَ يَمِينَهُ. قَال:َ فَقَبَضْتُ يَدِي. قَالَ:

مَا لَكَ يَا عَمْرُو؟ قَالَ قُلْتُ: أَرَدْتُ أَنْ أَشْتَرِطَ؟ قَالَ: تَشْتَرِطُ بِمَاذَا ؟ قُلْتُ: أَنْ يُغْفَرَ لِي. قَالَ: أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ الْإِسْلَامَ يَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلَهُ وَأَنَّ الْهِجْرَةَ تَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلِهَا وَأَنَّ الْحَجَّ يَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلَهُ ؟. وَمَا كَانَ أَحَدٌ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ rوَلَا أَجَلَّ فِي عَيْنِي مِنْهُ، وَمَا كُنْتُ أُطِيقُ أَنْ أَمْلَأَ عَيْنَيَّ مِنْهُ إِجْلَالًا لَهُ، وَلَوْ سُئِلْتُ أَنْ أَصِفَهُ مَا أَطَقْتُ لِأَنِّي لَمْ أَكُنْ أَمْلَأُ عَيْنَيَّ مِنْهُ، وَلَوْ مُتُّ عَلَى تِلْكَ الْحَالِ لَرَجَوْتُ أَنْ أَكُونَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ. ثُمَّ وَلِينَا أَشْيَاءَ مَا أَدْرِي مَا حَالِي فِيهَا، فَإِذَا أَنَا مُتُّ فَلَا تَصْحَبْنِي نَائِحَةٌ وَلَا نَارٌ، فَإِذَا دَفَنْتُمُونِي فَشُنُّوا عَلَيَّ التُّرَابَ شَنًّا، ثُمَّ أَقِيمُوا حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ مَا تُنْحَرُ جَزُورٌ وَيُقْسَمُ لَحْمُهَا حَتَّى أَسْتَأْنِسَ بِكُمْ وَأَنْظُرَ مَاذَا أُرَاجِعُ بِهِ رُسُلَ رَبِّي.

رواه مسلم وابن حزيمة[3]


Dari Ibn Syimasah al-Mahri berkata: Kami menjenguk ‘Amr ibn al-‘As ra ketika dalam keadaan sakarat maut, beliau menangis lama sekali dan dia memalingkan wajahnya ke arah tembok. Anaknyapun berkata: Wahai ayahannda, bukankah Rasulullah saw sudah memberikanmu kabar gembira dengan ini ? dan bukankah Rasulullah saw sudah memberikanmu kabar gembira lainnya dengan itu ?. Kemudian beliau menghadapkan kembali wajahnya dan berkata: Sesungguhnya hal yang paling baik kita persiapkan adalah syahadat لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّه , sesungguhnya (perjalanan hidup) saya melalui tiga tahapan: Kamu sudah melihat saya, ketika itu tidak ada orang yang lebih benci kepada Rasulullah saw dari saya, dan tidak ada yang paling saya inginkan lebih dari bisa mencekiknya dan membunuhnya. Kalaulah aku mati pada saat itu, pastilah aku akan menjadi penghuni neraka. Lalu, ketika Allah mengetuk Islam masuk ke dalam hatiku, saya mendatangi Nabi saw dan berkata: Bentangkan tanganmu saya akan membaia’atmu. Baginda memberikan tangan kanannya. Saya lalu menggenggam tanganku sendiri. Rasulullah saw pun bertanya: Ada apa wahai Amr ? Saya berkata: Saya ingin mengajukan syarat. Baginda menjawab: Syarat apa ? Saya berkata: Aku harus diampuni. Baginda menjawab: Tidakkah kamu tahu bahwa keIslaman seseorang akan menghapus dosa-dosa lalunya, dan hijrahnya seseorang akan menghapus dosa-dosa yang lalunya, dan hajinya seseorang akan menghapus dosa-dosanya yang lalu ?. (‘Amru menyambung ceritanya). Ketika itu, tidak ada orang yang lebih kucintai dari Rasulullah saw, dan tidak ada orang yang lebih kukagumi dari dirinya. Dan aku tidak mampu untuk melihat wajahnya karena kekagumanku, kalaulah ada orang yang memintaku untuk menggambarkannya, akan tidak mampu melakukannya sebab mataku tidak mampu menatapnya. Kalaulah aku mati pada saat itu, aku berharap aku termasuk penghuni surga. Kemudian aku diangkat menjabat beberapa pekerjaan dan menduduki beberapa posisi, aku tidak tahu bagaimana keadaanku selama itu. Jika aku meninggal jangan diikuti oleh perempuan peratap (tukang nangis), dan tidak juga api (obor), jika kalian menguburku maka diurug sekaligus, namun tarunkan tanahnya sedikit-sedikit, kemudian kalian berdirilah di sekitar kuburku selama sekitar waktu yang perlukan seseorang ketika memotong onta dan membagikan dagingnya, sehingga aku merasakan kehadiran kalian dan aku melihat apa yang aku laporkan kepada utusan Tuhanku (malaikat).


4. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ :

الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ .

متفق عليه[4]

Dari Abu Hurayrah, Rasulullah saw bersabda:

Umrah ke umrah merupakan pengampunan (dosa yang dilakukan) antar keduanya. Dan haji yang mabrur tidak ada pahala yang layak kecuali surga.

Kesimpulan :

Pahala haji mabrur adalah:
Doa-dosanya diampuni seolah-olah seperti bayi yang baru dilahirkan Surga




Amalan Berpahalakan Umrah dan Haji

Terdapat amalan yang berpahalakan umrah, dan beberapa amalan yang berpahalakan haji.
Shalat di masjid Quba yang berpahalakan umrah.
Zikir yang berpahalakan haji
Shalat Subuh disambung Dhuha yang berpahalakan haji.

Berikut riwayat hadis-hadis yang berkenaan tema di atas:

Pahala Shalat di Masjid Quba

1. عن سَهْلٍ بْنُ حُنَيْفٍ رضي الله عنه قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم :

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِه،ِ ثُمَّ أَتَى مَسْجِدَ قُبَاءَ فَصَلَّى فِيهِ صَلَاةً، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ عُمْرَةٍ .

رواه النسائي و ابن ماجه و أحمدوالحاكم[5]


Dari Sahal ibn Hunayf, Rasulullah saw bersabda:

Barangsiapa yang bersuci dari rumahnya, kemudian datang ke Masjid Quba lalu shalat di dalamnya, maka dia akan mendapatkan pahala umrah.


2. عَنْ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم :

مَنْ صَلَّى فِيْهِ، كَانَ كَعِدْلِعُمْرَة ٍ.

رواه ابن حبان[6]

Dari Ibn ‘Umar ra, Rasulullah saw bersabda:

Barangsiapa yang shalat di sana (masjid Quba),

maka pahalanya seperti umrah.


Kesimpulan :
Shalat di masjid Quba sama pahalanya dengan umrah.
Persyaratannya: Ketika keluar rumah hendak pergi ke masjid Quba harus berwudhu’ dahulu.

Pahala Zikir tertentu



1. عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم :

مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ مِائَةً بِالْغَدَاةِ، وَمِائَةً بِالْعَشِيِّ، كَانَ كَمَنْ حَجَّ مِائَةَ مَرَّةٍ، وَمَنْ حَمِدَ اللَّهَ مِائَةً بِالْغَدَاةِ، وَمِائَةً بِالْعَشِيِّ كَانَ كَمَنْ حَمَلَ عَلَى مِائَةِ فَرَسٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، أَوْ قَالَ غَزَا مِائَةَ غَزْوَةٍ. وَمَنْ هَلَّلَ اللَّهَ مِائَةً بِالْغَدَاةِ، وَمِائَةً بِالْعَشِيِّ، كَانَ كَمَنْ أَعْتَقَ مِائَةَ رَقَبَةٍ مِنْ وَلَدِ إِسْمَعِيلَ، وَمَنْ كَبَّرَ اللَّهَ مِائَةً بِالْغَدَاةِ، وَمِائَةً بِالْعَشِيِّ ،لَمْ يَأْتِ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ أَحَدٌ بِأَكْثَرَ مِمَّا أَتَى بِهِ إِلَّا مَنْ قَالَ مِثْلَ مَا قَالَ أَوْ زَادَ عَلَى مَا قَالَ.

رواه الترمذي[7]

Dari ‘Amru ibn Syu’aib dari Bapaknya, dari Kakeknya, Rasulullah saw bersabda:

Barangsiapa bertasbih (mengucap subhanallah) seratus di pagi hari dan seratus di malam hari, seolah-oleh seperti orang yang berhaji seratus kali. Dan barangsiapa yang bertahmid (mengucap alhamdulillah) seratus di pagi hari dan seratus di malam hari, seolah-olah seperti orang yang menunggang seratus kuda di jalan Allah, atau ikut berperang seratus kali. Dan barangsiapa betahlil (menyebut la ilaha illa Allah) seratus kali waktu pagi dan seratus kali waktu malam, maka pahalanya seperti orang yang memerdekakan seratus budak dari anakturunan nabi Isma’il. Dan barangsiapa bertakbir (mengucap Allahu akbar) seratus kali waktu pagi dan seratus kali waktu malam, maka pada hari itu tidak ada seorang yang datang dengan membawa pekerjaan yang lebih baik dari dirinya, kecuali orang yang melakukan hal yang sama atau lebih dari itu.

Shalat Subuh Disambung Dhuha


1. عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم :

مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ، ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ،

كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ . قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم : تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ.

رواه الترمذي[8]



Dari Anas ibn Malik ra, Rasulullah saw bersabda:

Barangsiapa yang shalat subuh berjama’ah, kemudian tetap duduk dan zikrullah sampai matahari terbit, kemudian salat dua rekaat, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah. Rasulullah saw menambahkan: sempurna, sempurna, sempurna.


2. عَنْ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنه كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إذا صَلَّى الفَجْرَ لم يَقُمْ مِنْ مَجْلِسِهِ حَتَّى تمْكِنَهُ الصَّلاَةَ، وَقَالَ:

مَنْ صَلَّى الصُبْحَ ثُمَّ جَلَسَ في مَجْلِسِهِ حَتَّى تُـمْكِنُه ُالصَّلاَ ةَ، كَانَ بمنزِلَةِ حَجَّةٍ وَعُمْرَة ٍ مُتَقَبِّلَتَيْنِ .

رواه الطبراني[9]

Dari Ibn Umar ra yang bercerita bahwa Rasulullah saw jika shalat subuh, tidak beranjak dari tempat duduknya hingga memungkinkannya shalat, dan baginda bersabda:

Barangsiapa yang shalat subuh kemudian tetap duduk di tempat duduknya sampai memungkinkannya shalat, maka kedudukannya seperti haji dan umrah.



3. عَنْ أبي أُمَامَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم :

مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ، ثُمَّ جَلَسَيَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، ثُمَّ قام فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ،

انـْقلَبَ بِأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ .

رواه الطبراني[10]


Dari Abu Umamah ra, Rasulullah saw bersabda:

Barangsiapa yang shalat subuh berjamaah kemudian tetap duduk zikrullah sampai matahari terbit, kemudian shalat dua raka’at, maka pahalanya berubah menjadi pahala haji dan umrah.

Kesimpulan:

Meski Allah sudah menyediakan beberapa amalan yang berpahalakan haji, akan tetapi, bagi mereka yang mengerjakan amaliah ini, mereka tetap dianggap belum menunaikan haji, Karenanya mereka masih tetap berkewajiban melaksanakan haji ke Baitullah. Wallahu a’lam.


[1] Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukahri (hadis no. 1424) dan Muslim (hadis no. 2404). Hadis ini diriwayatkan juga oleh al-Nasa’i (hadis no. 2580), Ahmad (hadis no. 6839, 7077, 8943, 9885 dan 10006), al-Darimi (hadis no. 1728)

[2] Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Tirmizi (hadis no. 739) dan beliau berkata bahwa hadis ini hasan sahih.

[3] Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim (hadis no. 173 ), Ahmad (hadis no. 17112 dan 17145) dan Ibn Khuzaimah (hadis no. 2515) secara ringkas.

[4] Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukahri (hadis no. 1650) dan Muslim (hadis no. 2403). Hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Tirmizi (hadis no. 855), al-Nasa’i (hadis no. 2575, 2576 dan 2582), Ibn Majah (hadis no. 2879), Malik (hadis no. 675) dan Ahmad (hadis no. 7050, 9562 dan 9569) dan al-Darimi (hadis no. 1727).

[5] Hadis sahih diriwayatkan oleh al-Nasa’i (hadis no. 692), Ibn Majah (hn. 1402) dan Ahmad (hadis no. 15414) dan al-Hakim (jil. 3, hal. 12, hadis no. ), beliau berkata: Isnadnya Sahih. Al-Zahabi mensepakatinya.  
[6] Hadis da’if diriwayatkan oleh Ibn Hibban (hadis no. ), .

[7] Hadis hasan, diriwayatkan oleh al-Tirmizi (hadis no. 3393) beliau berkata: Hadis ini hasan gharib. Al-Munziri dalam al-Targhib berkata: . Al-Dimyati menyebatkan hadis ini tanpa komentar kecacatan (al-Matjar al-Rabih, hadis no. 1302)

[8] Hadis hasan, diriwayatkan oleh al-Tirmizi (hadis no. 535) beliau berkata: hadis ini hasan gharib. Hemat penulis hadis ini mempunyai banyak syawahid penguat seperti yang sebutkan oleh al-Munziri dalam al-Targhib dan al-Dimyati dalam al-Matjar al-Rabih.

[9] Hadis hasan lighairih, diriwayatkan oleh al-Tabarani dalam al-Awsat (hadis no. 5598). Al-Munziri berkata: Perawi al-Tabarani tsiqah kecuali al-Fadl ibn Muwaffaq, ada kecacatan pada kredibilitasnya. (al-Targhib, hadis no. 657). Al-Fadl sendiri dida’ifkan oleh Abu Hatim, dan Ibn Hajar berkata: ada kelemahan (Mizan al-i’tidal, jil. 5, hal. 437; al-Taqrib, hal. 447). Al-Dimyati mengatakan bahwa al-Tabarani meriwayatkannya dengan dua sanad, satu berkwalitas baik, dan satu berkwalitas hasan (al-Matjar al-Rabih, hadis no. 306).

[10] Hadis hasan lighairih, diriwayatkan oleh al-Tabarani dalam al-Kabir (hadis no. ). Al-Munziri mengatakan bahwa sanad al-Tabarani baik dan al-Dimyati tidak mengomentari kecacatannya. (al-Targhib, hadis no. 656 dan al-Matjar al-Rabih, hadis no. 305)).


DR H. Ahmad Lutfi Fathullah, MA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar