Jujur sekian kali saat saya berta’aruf dengan akhwat sebelumnya saya terkadang terpukau sama seorang akhwat yang dahulu pernah sama-sama dalam suatu organisasi keislaman kampus yang berbasis di masjid. Terkadang terfikir kalau saya nikah nanti teman saya yang satu ini nikah ama siapa? Rasa-rasanya saya ngga tega menginggat kontribusi dan pengorbananya apalagi kami sudah berteman cukup lama, ini suatu kelebihan kita sudah tau kekurangan dan kelebihan.
Namun tidak enak rasanya karena
saya pernah merekomendasikan akhwat ini ke teman satu kosan saya, saya
meyakinkan kalau dia akhwat solehah, insaAlloh dia kelak termasuk dari
penyokong kebangkitan ummat ini, yang akan melahirkan anak sekaliber Khalid bin
walid, mungking. Dalam segi busana dia sudah berjilbab syar’i. istilah mau
perang kita sudah mempersiapkan amunisi, ujarku waktu itu.
Selalu ada keterbukaan aku dengan
temen kos ku dulu, bahkan ketika mereka berdua berkomunikasi lewat whatsapp
atau line tentang obrolan rencana bisnis alkses ataupu tentang lain-lain aku
mendengarkanya dengan antusias walau dihati serasa bergemuruh dan hati ini
serasa tertusuk-tusuk, namun itulah konsekwensi yang aku ambil dan memang
kalian lebih cocok.
Cukup lama aku amati hubungan
mereka ternyata biasa saja. Kami pun tak canggung menanyakan lewat obrolan
sebelum tidur dan terbuka takbir kalau memang tidak ada keinginan untuk serius
diantara mereka. Beberapa hari saya berdoa dan menimbang akankah akhwat yang
dahulu menjadi sahabat baiku sejak lama berakhir dipelaminan. Ada rasa mantap tapi
terkadang gusar.
Sekilas wanita ini tak ada yang
istimewa, seperti aktivis lainya kepribadianya pun kaku, saklek namun santun
dan teguh pendirian dalam memegang prinsip. Sewaktu kuliah dulu memang idealis
namun ngga tau sekarang, kami sudah tidak lagi bersama-sama setelah 4 tahun,
saya pun sudah lupa seperti apa mukanya. Namun ada yang berbeda dengan akhwat
ini yang membuatku untuk memuliakanya maka saat liburan 4 hari di djogja
sayapun merana melihat teman-teman seusiaku yang sudah mengendong momongan,
terlebih saat kami jalan sama keluarga ke tempat makan malam dorongan kami
cukup mantap untuk mengakhiri semua ini. Saat menunggu hidangan disiapkan saya
pun meminta izin kepada abangku pingin menghubungi seorang teman. Diluar terasa
sepi saya pun serasa gugub maklum semasa kuliah di Eleketromedik kami jarang
sekali berkomunikasi dengan perempuan
karena mahasiswanya kebanyakan laki-laki wajar bila gugub saat berhadapan
dengan perempuan. Untuk menghilangkan kegugupan kamipun mendekati jalan raya
biar saya bisa berbicara secara lantang beriring riuh motor jalanan.
Ternyata diapun welcome,
skenariopun diatur agar proses taaruf ini diketahui kedua murobi. Dan sayapun
sepakat dengan mengirim biodata, bermunajat memohon yang terbaik. Kami pun
menjalani hari-hari biasa saja karena memang 4-6 tahun silam kita pernah
mengenal dan sayapun pernah kerumahnya di daerah Bogor saat dia sakit karena
telat makan, sayapun ngobrol dengan bapaknya, seorang ayah yang santun,
komunikative dan bijaksana.
Komunikasi kami adakalanya tidak
melewati murobi, zaman ini begitu mudah sekali jejaring namun kita hanya
berkomuikasi lewat media social itu saja kita batasi tidak lebih dari jam 10
malam. Sesekali dia mengirimkan pesan pada jam 8 pagi atau jam 8 malam tentang
hal penting maupun tidak penting seperti: ka nonton TV ONE ka ada acara ILC
temanya bagus? Saya pun membalasnya dengan: lagi tidak memungkinkan ukh untuk
melihat TV, maaf (maklum di kosan aku tidak ada TV)
Tiba sore hari saat aku di
ruangan SPEC CT di MRCCC SHS saat menemani teknisi Philips melakukan service
tiba–tiba saya teringat akan komunikasi saya dengan seorang akhwat dua bulan
lau. Saya menanyakan perihal kelanjutan akhwat yang dimaksud kepada murobiku
dan murobiahnya melalui pesan singkat,
tidak lama setelah murobiahnya yang terlahir di LDK IPB berbalas pesan: “nanti
orang tua sang akhwat akan menelphon antum kira-kira jam 8 malam”
Sayapun bahagia apapun yang akan
terjadi nanti tidaklah ku tau.. kemudian aku charge kedua phonselku untuk
memastikan kedua duanya penuh.
Dan setelah sholat isya selesai
sayapun memandang jam digital yang ada di ponsel saya, yap menunggu waktu 20.00
sebuah waktu yang menentukan
bersambung
Dan untuk yang kesekian kalinya
sayapun mendapat pahala kesabaran, InsaAlloh…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar