Kecenderungan tanpa dukungan
Ingin rasanya pada akhir sebuah
halakoh saya berujar kepada murobi untuk mengungkapkan akan keinginan memiliki
seorang temen sejati yang dalam suka dan duka saling menangggung beban, saling
memahami layaknya nabi ibrahim dianugerahi Bunda Siti hajar yang tangguh ataupun
layaknya Azam dan Anna Althafunnisa
dalam kisah novel Ketika Cinta Bertasbih.
Aku memang lelaki yang tidak
gesit mencari pasangan sendiri layaknya sebuah atlit saya hanya bisa berlatih
dan bertanding, saya sibuk berlatih untuk menyambut kemenanggan. Dalam hal
jodoh pun saya menyerahkan ke promotor karena mereka lebih tau apa yang aku
butuhkan selain itu dia juga memiliki banyak relasi meskipun keputusan tetap
kami pertimbangkan. Memperbaiki diri hanya yang bisa kulakukan untuk menyambut
pasangan yang sesuai dengan doa ditenggah harapanku menjadi hamba yang
dicintaiNya
Pekan demi pekan hadir tanpa ada
singgungan maupun kesempatan sayapun tak lantas memohon agar dicarikan seorang
pendamping, diri ini hanya menduga mungkin diriku belum pantas mendapatkan
tawaran itu maka kuperbaiki kualitas diriku sebisa mungkin.
Idul adha 2011 sore hari aku
mendatanggi sebuah masjid di Jakarta yang aku sering mengobrol dengan adik-adik
tingkat mahasiswa, bermaksud membantu finishing seandainya ada masalah yang perlu
dibantu sepanjang acara. Ba’da asar sayapun diberi kesempatan untuk mencoba
masakan sob sapi bikinan adik2 putri dan ibu-ibu majlis ta’lim, kami pun
mecobanya taklama setelah itu ada seorang akhwat yang menyodorkan semur hati
dengan piring kecil, tidak ada rasa sungkan diantara kami karena meraka
menganggap sebagai keluarga sendiri, ini ka’ cobain aja…
Sayapun sekilas bertanya
sesudahnya kepada ibu2 masjelis ta’lim disitulah sebenernya awal virus merah
jambu itu, namun virus itu tidak membahayakan karena diriku memiliki anti virus
yaitu aku sudah bekerja, mandiri dan memiiki keinginan siap berumah tangga.
Entah virus itu cukup hebat atau tidak yang jelas ini yang mendorong saya untuk mengenalnya lebih
jauh.
Dijakarta ini saya memiliki
sahabat dan juga saya anggap sebagai guru, Bang Dedi Rahayu. Dahulu pernah sama
bekerja di RS Premier Bintaro, saya meminta dia menjadi penghubung dan saya pun
meminta tolong kepada sang akhwat untuk mengambil surat pengalaman kerja ke bagian
HRD dan ternyata bang Dedi pun sudah mengambilnya terlebih dahulu. Maka kumohon
dia agar akhwat tersebut bertemu bang Dedi, sang akhwat tidak tau kalau ada
maksud tersirat yang terdapat pada surat perintas saya ini, dan anehnya pak
dedi pun tak ada respon apa-apa setelahnya.
Saya binggung memilih promotor
maka aku hubungi murobi saya Ustadz Fatah Fauzi,LC dan beliau bersedia dengan
senang hati: baik akhi besuk mulai ahad pagi ada acara peletakan batu pertama
pembangunan Masjid Daarut Tauhid, di Cipaku, Jakarta Selatan oleh gurbrnur DKI
bapak Fauzi Bowo, kebetulan ana yang menjadi ketua panitianya jadi mungkin sore
hari nya ana bisa menemani, kata beliau.
Kamipun menepati janji yang sudah
dirancang menuju ke sebuah rumah tidak jauh dari Islamic Center Bekasi,
sepanjang jalan kami merasakan hujan selama 1 jam 45 menit hujan yang lebat
yang membuat kami melaju dengan tertatih-tatih.
Silaturahmi dan musyawarah kami
berakhir dengan hitbah dan juga penentuan mahar. Dengan permintaan dari
keluarga yang hadir pada acara tersebut untuk memperbanyak sholat istikharah.
Setelah sholat taubat dan sholat
istikharah malam hari raya idul fitri 2012 kami berhadapan dengan keluarga
termasuk saudara kandung, saya ditanya habis-habisan tentang kesiapan pernikahan
hingga menjelang terbit fajar matahari, apakah kalian sudah saling mengenal,
kalian sudah berteman berapa lama, saya di jatuhkan sejadi-jadinya tentang
kemampuan financial dalam menghadapi keluarga baru di perantuan, tak lebih dari
itu sebuah hantaman demi hantaman kami terima termasuk apakah cukup dewasa kamu
ini untuk membimbing amanah Alloh SWT yang tidak ringan.
Saya pun menerima dengan lapang
dada makian orang-orang yang pernah membantu orang tua saya membiayai kuliahku,
namun diri tak patah arang kuterus memohon dengan yang maha pemberi
pertolongan, la haulaa walaa kuwataa illa billah.
Dua hari setelahnya murobiahnya
menghubungiku dia berujar seandainya belum yakin betul ngga usah dilanjutkan. Saya
yakin ini perpanjagan tanggan dari akhwatnya namun bola keputusan ada di tangan
Ka Okta, dia bilang. Saya meratap apakah ini merupakan jawaban istikharah yang
kita lakukan selama ini. Akhwat yang sholelah dan menarik dihatiku apakah tidak
Engkau ridhoi maka dengan pikiran kalut aku serahkan kepada yang maha pemberi keputusan.
Dengan tidak memberi harapan kosong kepada akhwatnya maka proses ini berhenti
dan tidak ada ikatan apa-apa diantara kita. Walau hati ini terasa berkecamuk.
Tuju bulan setelahnya saya
mendapat rezeki tambahan dari sebuah perusahaan tender alat kesehatan di
Kalimantan timur karena saya menjadi konsultan lepas. Tidak banyak memang namun
cukup membuat saya teringgat kepada akhwat yang pernah saya sakiti, bermaksud
menuai mimpi-mimpi yang pernah kita rangkai.
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar